
Jakarta, Investigasi.WartaGlobal.Id – Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Desember 2025 mengungkap dugaan praktik pemerasan yang diduga dilakukan secara sistematis oleh Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara (Kajari HSU), Albertinus P. Napitupulu (APN). Praktik ini disebut menyasar sejumlah pejabat daerah hingga institusi pelayanan publik, termasuk rumah sakit.
Albertinus Parlinggoman Napitupulu diketahui menjabat sebagai Kajari HSU sejak Agustus 2025. Namun, berdasarkan temuan KPK, dugaan pemerasan mulai dilakukan sejak November 2025. Sejumlah pejabat yang diduga menjadi korban antara lain Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, hingga Direktur RSUD Hulu Sungai Utara.
Modus yang digunakan terbilang serius. APN diduga mengancam tidak menindaklanjuti laporan dan aduan masyarakat apabila pihak-pihak tersebut tidak menyerahkan sejumlah uang. Dalam praktiknya, aliran dana dilakukan melalui dua perantara, yakni Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU Asis Budianto (ASB) dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Taruna Fariadi (TAR).
KPK mencatat, dari skema ini APN diduga menerima dana sebesar Rp 804 juta. Selain itu, ditemukan aliran dana tambahan senilai Rp 450 juta yang masuk ke rekening istri dari Kepala Dinas PU dan Sekretaris DPRD HSU. Tidak hanya itu, APN juga diduga melakukan pemotongan anggaran internal Kejari HSU senilai Rp 257 juta yang digunakan untuk kepentingan operasional pribadi.
Dalam penggeledahan di kediaman APN, KPK menyita uang tunai sebesar Rp 318 juta sebagai barang bukti. Temuan ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik penyalahgunaan kewenangan yang terstruktur di tubuh Kejaksaan Negeri HSU.
Sementara itu, dua pejabat Kejari HSU lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka. Asis Budianto (ASB) diduga menerima aliran dana sebesar Rp 63,2 juta. Sedangkan Taruna Fariadi (TAR) disebut menerima dana paling besar, yakni Rp 1,07 miliar. TAR sendiri menjadi sorotan publik karena melarikan diri saat hendak ditangkap dan bahkan menabrak petugas KPK, sehingga kini masih dalam pencarian.
Kasus ini memantik keprihatinan luas karena melibatkan aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi. Dugaan pemerasan terhadap sektor pelayanan publik, termasuk rumah sakit, dinilai berpotensi merusak kualitas layanan masyarakat dan mencederai rasa keadilan.
Publik kini menanti langkah tegas dan transparan dari KPK untuk mengusut tuntas perkara ini, sekaligus memastikan praktik serupa tidak berulang di institusi penegak hukum lainnya.
“Hukum harus ditegakkan tanpa pandang jabatan. Jika benar terjadi, ini pengkhianatan terhadap kepercayaan publik,” ujar seorang sumber yang mengikuti perkembangan kasus tersebut.
Kapita/*


.jpg)