
InvestigasiWartaGlobal.id | Binjai – Proses seleksi terbuka jabatan pimpinan tinggi pratama di Pemerintah Kota Binjai kini bukan lagi sekadar polemik administratif, melainkan mengarah pada dugaan kejahatan kekuasaan yang terstruktur, sistematis, dan patut diduga disengaja. Aroma busuk lelang jabatan kian menyengat setelah muncul nilai peserta yang mencolok, dominasi pejabat “impor”, pengabaian kader birokrasi lokal, hingga isu serius makelar jabatan yang menyeret oknum inspektorat.
Sorotan paling keras tertuju pada seleksi Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR). Dua peserta dari luar daerah tampil dominan dengan nilai tinggi nyaris sempurna, seolah tak tersentuh kompetisi objektif.
Wahyu Umara, eks pejabat Kabupaten Serdangbedagai, mencatat nilai makalah 84,3 dan wawancara 85,5.
Lebih mencengangkan lagi, IRSAN FIRDAUS, S.H., M.AP., pejabat “impor” dari Kabupaten Gayo Lues, Aceh, meraih nilai makalah 84,5 dan wawancara 87,5.
Nilai ini dinilai janggal dan patut dicurigai, sebab keduanya baru dimutasi, minim rekam jejak pengabdian di Kota Binjai, namun justru mengungguli pejabat internal yang telah puluhan tahun memahami persoalan daerah.
Seleksi Diduga Sekadar Formalitas, Hasil Sudah Dikunci
Banyak pihak menilai, seluruh tahapan seleksi—mulai dari administrasi, penulisan makalah, hingga wawancara—diduga hanya kamuflase prosedural. Dugaan kuat mengarah pada calon-calon tertentu yang telah “dikunci” sebelum seleksi dimulai, sementara peserta lain sekadar pelengkap agar syarat formal terpenuhi.
“Kalau nilai bisa setinggi itu untuk peserta impor, sementara pejabat lokal tersingkir, maka publik wajar menduga seleksi ini hanya sandiwara birokrasi,” ujar sumber internal ASN Binjai.
Pola ini semakin menguatkan dugaan bahwa nilai dijadikan alat legitimasi, bukan cerminan kompetensi.
Isu Makelar Jabatan: Oknum Inspektor Diduga Bermain
Yang paling mengkhawatirkan, beredar isu kuat adanya dugaan oknum inspektor—yang disebut-sebut sebagai orang dekat Wali Kota Binjai—berperan sebagai makelar jabatan. Oknum tersebut diisukan mengatur arah seleksi, mengamankan nama tertentu, dan menjadi penghubung kepentingan kekuasaan.
Jika isu ini benar, maka Inspektorat yang seharusnya menjadi benteng pengawasan justru berubah menjadi aktor kunci pembusukan birokrasi. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, melainkan indikasi penyalahgunaan wewenang yang serius.
Ironisnya, saat dikonfirmasi, Kepala BKD Kota Binjai Rahmad Fauzi Salim, S.H., M.AP., dan Kepala Inspektorat Kota Binjai Heny Sri Dewi Sitepu, SE., M.Sp., memilih bungkam. Tidak ada klarifikasi, tidak ada bantahan. Diam yang justru berbunyi keras di mata publik.
Lulusan STPDN/IPDN Disingkirkan, Birokrasi Dikelola Pejabat Impor
Di tengah kegaduhan ini, fakta lain tak kalah mencolok: banyak ASN lulusan STPDN/IPDN di Kota Binjai justru diabaikan. Padahal, lulusan STPDN/IPDN secara khusus dididik dan ditempa negara untuk mengelola pemerintahan, memahami administrasi publik, dan menjaga tata kelola birokrasi.
“Ini ironi. ASN yang disiapkan negara malah disingkirkan, sementara pejabat luar daerah dengan proses seleksi bermasalah justru diorbitkan,” ujar seorang pengamat pemerintahan.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tajam: apakah Binjai kekurangan kader? Ataukah jabatan hanya diperuntukkan bagi mereka yang punya akses dan kedekatan?
Ancaman Sanksi Berat UU ASN dan PP 11/2017
Secara hukum, praktik semacam ini berpotensi melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, khususnya prinsip sistem merit.
PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS secara tegas melarang pengisian jabatan yang tidak objektif dan sarat konflik kepentingan.
Sementara Peraturan KASN memberi kewenangan penuh untuk:
- membatalkan hasil seleksi,
- merekomendasikan pencopotan pejabat,
- serta menjatuhkan sanksi kepada pejabat pembina kepegawaian.
Jika rekomendasi KASN diabaikan, Kementerian Dalam Negeri berwenang menjatuhkan sanksi kepada kepala daerah.
Desakan Penyelidikan Nasional
Publik kini mendesak KASN, Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, BKN, hingga Kementerian Dalam Negeri untuk turun tangan melakukan audit forensik menyeluruh, termasuk menelusuri siapa aktor di balik layar lelang jabatan Binjai.
Sebab, jika seleksi jabatan dibiarkan menjadi alat transaksi kekuasaan, maka yang lahir bukan pemimpin birokrasi, melainkan produk rekayasa politik.
Dan ketika jabatan diperjualbelikan secara terselubung, maka negara sedang dikhianati dari dalam.
Editor: Zulkarnain Idrus


.jpg)