
Kalbar.INVESTIGASI.WARTAGLOBAL.id-- Sanggau, Kalimantan Barat, Aktivitas tambang emas ilegal (PETI) kembali marak di wilayah Sanggau. Setelah sempat tutup beberapa waktu lalu pasca viral di media sosial, kini kegiatan tersebut muncul lagi dan terekam jelas oleh warga di seberang Desa Semerangkai. Dalam rekaman itu, tampak aktivitas pengerukan di badan sungai, air berubah keruh pekat, dan kehidupan biota sungai perlahan mati.
Padahal lokasi tambang ilegal ini berada tidak jauh dari pusat kota Sanggau, di mana berdiri megah kantor Polres, Kejaksaan, dan berbagai institusi penegak hukum lainnya. Ironisnya, meski masyarakat sudah berulang kali melapor dan media berkali-kali menyoroti, tak ada tindakan nyata hingga kini.
Publik Bertanya: Ke Mana Aparat?
Warga menilai aparat seolah tutup mata. “Kantor Polres berdiri megah dengan slogan Presisi, Melindungi dan Mengayomi, tapi siapa yang mereka lindungi? Rakyat atau pengusaha tambang ilegal?” ujar salah seorang warga yang turut merekam aktivitas tersebut.
Nama-nama besar seperti ASP, AWG, dan JN yang disebut-sebut berada di balik kegiatan tambang ilegal ini, hingga kini belum tersentuh hukum. Sementara itu, sungai dan alam terus dieksploitasi tanpa memberi apa pun kepada negara — tidak pajak, tidak retribusi, dan tidak tanggung jawab sosial.
Kerusakan yang Nyata
Kerusakan akibat aktivitas tambang ini sudah terlihat jelas:
Air sungai berubah warna dan mengandung endapan lumpur tinggi.
Biota air, termasuk ikan dan udang sungai, mati atau bermigrasi karena kualitas air menurun drastis.
Nelayan kehilangan mata pencaharian, hasil tangkapan menurun tajam.
Sedimentasi meningkat, menyebabkan aliran sungai dangkal dan berpotensi memicu banjir ke pemukiman.
Dampak pencemaran dari aktivitas tambang di Sanggau bahkan sudah dirasakan hingga ke hilir Sungai Kapuas, yang menjadi sumber kehidupan ribuan warga di sepanjang bantaran sungai.
Pelanggaran Berat terhadap Hukum
Kegiatan tambang tanpa izin ini jelas melanggar sejumlah aturan hukum nasional, di antaranya:
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba):
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 miliar.”
Pasal 161 UU Minerba:
“Setiap orang yang membeli, menjual, mengangkut, atau memanfaatkan hasil tambang tanpa izin turut dipidana sama beratnya.”
Pasal 98 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH):
“Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan yang menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup dipidana penjara 1–3 tahun dan denda Rp1–3 miliar.”
Selain itu, jika terbukti menimbulkan kerusakan pada kawasan lindung atau Daerah Aliran Sungai (DAS), pelaku juga bisa dijerat dengan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Ancaman Lingkungan Serius
Ahli lingkungan menilai aktivitas tambang ilegal di sungai berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang yang fatal:
Kerusakan struktur tebing sungai yang memicu longsor dan banjir.
Pencemaran logam berat (seperti merkuri) yang mengancam kesehatan manusia dan hewan air.
Kerugian ekologis dan ekonomi karena rusaknya rantai ekosistem dan hilangnya sumber penghidupan warga.
Seruan untuk Penegakan Hukum
Warga Sanggau kini menuntut tindakan nyata, bukan janji. Mereka meminta Polres Sanggau, Kejaksaan Negeri, dan Dinas Lingkungan Hidup turun langsung ke lapangan, menyelidiki aktor di balik aktivitas ini, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Jika hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas, kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara akan semakin terkikis.
“Alam terus dirusak, sungai tercemar, rakyat menderita — sementara aparat diam. Sampai kapan?” ( Andi Sjahbandi)
Editor : Tim WGR
KALI DIBACA


.jpg)