
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan di lokasi proyek hanya sebatas penebasan rumput dan semak di sepanjang saluran parit, tanpa ada tanda-tanda pengerukan, pelebaran, ataupun normalisasi yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh warga.
“Saluran itu sudah lama dangkal. Saat hujan deras, air sering meluber ke jalan dan ke kebun kami. Tapi proyek ini cuma menebas rumput, seperti formalitas saja,” ungkap salah seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Tanpa Papan Proyek, Tanpa Transparansi
Yang membuat warga semakin curiga adalah tidak ditemukannya papan proyek di area kegiatan tersebut. Padahal, sesuai Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, setiap proyek yang menggunakan dana publik wajib mencantumkan informasi seperti nama kegiatan, nilai anggaran, sumber dana, waktu pelaksanaan, dan pihak pelaksana.
“Kami berhak tahu proyek ini pakai dana berapa, siapa pelaksananya, dan apa tujuannya. Tapi semuanya tertutup. Ini seperti proyek siluman,” ujar seorang warga lainnya dengan nada geram.
Ketiadaan papan proyek ini memperkuat dugaan bahwa pelaksanaan kegiatan tidak dilakukan dengan prinsip keterbukaan publik, dan bisa mengarah pada pelanggaran prosedur administrasi.
Proyek Diduga Hanya Formalitas, Tak Menjawab Kebutuhan Warga
Warga menilai bahwa proyek ini tidak menjawab kebutuhan riil masyarakat desa yang mayoritas hidup dari pertanian dan perkebunan. Alih-alih memperbaiki saluran air yang dangkal dan tersumbat, kegiatan yang dilakukan justru minim dampak terhadap pengendalian banjir.
“Kalau musim hujan datang, air tetap meluap karena paritnya dangkal. Tidak ada pengerukan, jadi percuma. Ini seperti menghabiskan anggaran saja, bukan menyelesaikan masalah,” kata seorang tokoh masyarakat setempat.
Akibat kondisi ini, warga khawatir bahwa banjir lokal, gagal panen, dan rusaknya infrastruktur jalan desa akan terus terjadi, karena fungsi saluran air tak pernah diperbaiki secara menyeluruh.
Desakan Evaluasi dan Audit Anggaran
Melihat kejanggalan ini, masyarakat Desa Kubu mendesak Dinas Sumber Daya Air Kabupaten Kubu Raya untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek tersebut. Warga juga meminta agar dilakukan audit anggaran dan penyelidikan resmi terhadap pihak pelaksana apabila terbukti terjadi penyimpangan.
“Kalau ini uang negara, berarti uang rakyat. Kami minta ini diusut sampai tuntas. Jangan ada lagi proyek seperti ini yang hanya jadi ajang menghabiskan anggaran,” tegas warga.
Warga menegaskan bahwa proyek publik seharusnya menjadi investasi jangka panjang untuk memperkuat ketahanan lingkungan dan ekonomi masyarakat desa, bukan sekadar kegiatan seremonial yang tak berdampak nyata.
Bukti Lapangan Siap Diajukan
Sebagai bentuk keseriusan, warga disebut telah mengumpulkan berbagai bukti pendukung, termasuk dokumentasi foto dan video kondisi saluran parit sebelum dan sesudah pekerjaan dilakukan, serta bukti ketiadaan papan proyek di lokasi.
Bukti-bukti tersebut rencananya akan disampaikan kepada Inspektorat Daerah, Ombudsman RI, maupun Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum.
Pengawasan Lemah, Anggaran Rakyat Terancam Terbuang
Kasus di Desa Kubu ini menjadi potret kecil dari lemahnya pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah daerah yang menggunakan dana publik. Jika praktik serupa terus terjadi tanpa pengawasan dan sanksi tegas, maka pemborosan anggaran dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah daerah akan semakin menguat.
Warga berharap agar pemerintah tidak menutup mata dan segera mengambil langkah konkret. “Kami tidak menolak pembangunan, kami hanya ingin proyek dijalankan dengan benar dan transparan. Jangan tipu rakyat dengan pekerjaan asal jadi,” tutup seorang tokoh desa penuh harap.[AZ]
Sumber:[Tim Investigasi WGR]
KALI DIBACA


.jpg)