Pengusiran Paksa Nenek Elina di Surabaya: Sengketa Tanah Tanpa Putusan Pengadilan, AJB Muncul Usai Rumah Diratakan. - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

Pengusiran Paksa Nenek Elina di Surabaya: Sengketa Tanah Tanpa Putusan Pengadilan, AJB Muncul Usai Rumah Diratakan.

Monday, 29 December 2025
Kuasa hukum Elina, Wellem Mintarja saat menunjukkan Akta Jual Beli objek tanah Nomor 38/2025 di Mapolda Jatim, Minggu (28/12/2025)

Surabaya, Investigasi.WartaGlobal.id - Kasus yang menimpa Elina Widjajanti (80) di Kota Surabaya membuka kembali borok sengketa tanah yang berujung tindakan main hakim sendiri. Nenek lanjut usia itu diusir secara paksa dari rumah yang telah lama ditempatinya di Dukuh Kuwukan, Kelurahan Lontar, Kecamatan Sambikerep, pada Agustus 2025. Ironisnya, pengusiran dan pembongkaran rumah dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kuasa hukum Elina, Wellem Mintarja, mengungkap sejumlah kejanggalan serius. Salah satunya adalah munculnya Akta Jual Beli (AJB) setelah rumah kliennya sudah dibongkar rata dengan tanah. AJB tersebut diklaim sebagai dasar kepemilikan pihak bernama Samuel, yang disebut membeli lahan dari saudara Elina pada 2014. Namun, menurut Wellem, tidak pernah ada proses peradilan yang menyatakan Elina kalah atau harus dieksekusi.

Peristiwa bermula pada 6 Agustus 2025. Puluhan orang yang diduga berasal dari kelompok organisasi masyarakat mendatangi rumah Elina. Tanpa dasar hukum yang jelas, mereka memaksa Elina keluar dari rumah. Dalam kejadian itu, Elina mengalami luka berdarah di bagian wajah. Aksi tersebut tidak berhenti pada pengusiran. Beberapa hari berselang, barang-barang milik Elina diangkut tanpa persetujuan, lalu alat berat didatangkan. Hingga 16 Agustus 2025, rumah tersebut telah diratakan.

Elina Widjajanti (80 tahun), seorang nenek diusir oleh sejumlah orang dari rumahnya di Dukuh Kuwuhan 27, Kelurahan Lontar, Kecamatan Samkerep, Surabaya. Foto: Dok. Istimewa

Pihak kuasa hukum kemudian melaporkan dugaan pengusiran paksa, penganiayaan, serta hilangnya barang-barang milik korban ke kepolisian. Selain itu, langkah hukum lanjutan disiapkan untuk menggugat keabsahan AJB yang baru muncul setelah pembongkaran, yang dinilai sarat cacat prosedur dan patut diduga sebagai upaya pembenaran pascakejadian.

Kasus ini mendapat perhatian luas publik. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, secara terbuka mengecam tindakan kekerasan dan praktik vigilante dalam penyelesaian sengketa tanah. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh aksi premanisme, dan setiap konflik kepemilikan harus diselesaikan melalui jalur hukum. Kepolisian pun membentuk satuan tugas antipremanisme untuk mengusut kasus tersebut.

Peristiwa ini menjadi cermin rapuhnya perlindungan hukum bagi warga lanjut usia, sekaligus alarm keras terhadap praktik penggusuran ilegal yang mengabaikan asas kemanusiaan dan supremasi hukum.

“Ini bukan sekadar sengketa tanah, tapi dugaan pelanggaran hukum serius terhadap hak asasi manusia. Kami akan kawal sampai keadilan benar-benar ditegakkan,” tegas Wellem Mintarja. (isb)/*