Jakarta, Investigasi.WartaGlobal.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menutup penanganan perkara dugaan korupsi perizinan eksploitasi tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Penutupan kasus yang telah bergulir lebih dari satu dekade itu ditandai dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), yang sebelumnya menjerat mantan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, sebagai tersangka.
Keputusan tersebut mengakhiri salah satu perkara korupsi sektor sumber daya alam yang paling lama dan paling disorot publik. Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan izin pertambangan nikel sejak 2009, mencakup izin eksplorasi, eksploitasi hingga izin usaha pertambangan operasi produksi.
Pada 2017, KPK menetapkan Aswad Sulaiman sebagai tersangka. Saat itu, penyidik mengungkap indikasi kerugian negara mencapai Rp2,7 triliun yang berasal dari aktivitas penjualan nikel akibat perizinan yang dinilai melawan hukum. Selain itu, ditemukan dugaan penerimaan uang sekitar Rp13 miliar dari sejumlah perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Konawe Utara.
Namun, perjalanan penyidikan yang panjang tidak berujung pada proses penuntutan. KPK menilai perkara tersebut tidak lagi memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap berikutnya. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa penghentian penyidikan dilakukan karena tidak ditemukannya kecukupan alat bukti yang kuat, meskipun perkara telah ditangani selama bertahun-tahun.
Menurut KPK, penerbitan SP3 menjadi langkah hukum untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat. Lembaga antirasuah juga menegaskan bahwa penghentian penyidikan tidak serta-merta menghapus fakta bahwa perkara tersebut pernah ditangani, melainkan mencerminkan batas objektif pembuktian yang dimiliki penyidik.
Meski demikian, KPK menyatakan pintu penegakan hukum masih terbuka. Apabila di kemudian hari ditemukan bukti baru yang signifikan dan relevan, penyidikan dapat dibuka kembali sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keputusan SP3 ini memicu beragam reaksi publik. Sejumlah kalangan mempertanyakan efektivitas penanganan perkara korupsi besar di sektor pertambangan, terutama yang melibatkan kekayaan alam dan potensi kerugian negara dalam jumlah sangat besar. Penghentian kasus ini dinilai memperlihatkan tantangan serius penegakan hukum terhadap kejahatan sumber daya alam yang kompleks, lintas waktu, dan sarat kepentingan.
Di tengah komitmen pemerintah untuk memberantas tambang ilegal dan korupsi sektor sumber daya alam, penutupan perkara Konawe Utara menjadi sorotan tajam sekaligus catatan kritis bagi penegakan hukum ke depan.
“SP3 ini adalah keputusan hukum, tetapi publik tetap berhak menilai dan mengawasi agar kasus-kasus besar tidak berhenti tanpa kejelasan,” komentar seorang pengamat hukum antikorupsi.
ISB/*


.jpg)