
Halmahera Selatan, WartaGlobal.Id - Di balik gemerlap tambang emas di Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, tersimpan kisah kelam yang nyaris tak pernah mencuat ke publik. Aktivitas tambang rakyat yang mulai sejak 2015–2016 itu menyisakan jejak tragis, terutama peristiwa yang diduga menelan banyak korban jiwa namun luput dari pemberitaan nasional.
Sorotan publik baru muncul setelah insiden longsor pada 7 Agustus 2024. Hujan deras mengguyur kawasan tambang dan menyebabkan lubang galian tergenang air. Sejumlah penambang berusaha menahan derasnya air dengan papan dan pompa darurat, namun empat orang tetap terjebak di dalam lubang tambang yang sempit dan berbahaya. Keesokan paginya, Kamis, 8 Agustus 2024, keempat korban ditemukan tak bernyawa setelah proses evakuasi panjang yang melibatkan aparat kepolisian dan pemerintah daerah.
Tragedi itu kemudian memaksa otoritas setempat menutup seluruh akses tambang di Kusubibi dan mengeluarkan larangan tegas terhadap aktivitas penambangan tanpa izin. Namun di balik langkah resmi itu, sejumlah warga justru mengungkap kisah yang jauh lebih mengerikan tentang peristiwa kelam yang terjadi bertahun-tahun sebelumnya tepatnya di tahun 2020, dan hingga kini tak pernah mendapat perhatian serius dan luput dari informasi publik.
Menurut beberapa warga yang ditemui tim Jurnalis, puncak tragedi di tambang Kusubibi sebenarnya terjadi sekitar Juli hingga Agustus 2020. “Waktu itu korban banyak, mungkin puluhan bahkan ratusan. Tapi berita itu tidak pernah muncul di media besar,” ungkap seorang warga yang pernah menangani pekerja dan karyawan salah satu kongsi tambang di lokasi tersebut. Ia menolak disebut namanya karena alasan keamanan.

Catatan yang masih tersimpan di kalangan pekerja lokal menunjukkan bahwa kejadian itu berkaitan dengan runtuhnya lubang tambang akibat aktivitas penambangan yang tak terkendali. Para korban sebagian besar adalah penambang dari luar daerah yang bekerja tanpa perlindungan hukum dan keselamatan memadai. Namun, bukannya diusut, peristiwa itu justru ditenggelamkan oleh narasi lain yang beredar di sejumlah media, yakni kisah asmara penambang yang berujung maut.
“Kalau mau jujur, itu bukan soal cinta atau perkelahian. Itu bencana tambang besar yang sengaja ditutup-tutupi,” ujar sumber lain yang juga menyaksikan langsung proses pencarian korban kala itu. Menurutnya, tidak ada laporan resmi ke pihak kepolisian, dan keluarga korban dari luar daerah hanya menerima kabar lewat jalur tidak resmi.
Kecurigaan masyarakat semakin kuat bahwa ada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan menutup tragedi itu demi melindungi aktivitas tambang ilegal yang dikelola oleh kelompok berpengaruh. Warga menilai, pembiaran bertahun-tahun terhadap tambang tanpa izin di Kusubibi menunjukkan lemahnya pengawasan dari aparat maupun pemerintah daerah.

Kini, setelah serangkaian insiden mematikan kembali terjadi pada 2024, masyarakat berharap ada penyelidikan menyeluruh untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di Kusubibi. Mereka menuntut transparansi dan keadilan bagi para korban yang selama ini dilupakan.
“Kalau benar negara hadir untuk rakyat, maka sudah saatnya tragedi ini dibuka ke publik. Jangan biarkan nyawa para penambang hilang tanpa nama dan tanpa kebenaran,” tutur salah satu tokoh masyarakat Desa Kusubibi menutup keterangannya.
KALI DIBACA


.jpg)