Jakarta, Investigasi.WartaGlobal.Id – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim. Dalam sidang pembacaan putusan pada Senin (13/10/2025), hakim tunggal I Ketut Darpawan menegaskan bahwa penetapan Nadiem sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek periode 2020–2023 adalah sah secara hukum.
“Permohonan praperadilan pemohon ditolak seluruhnya,” ujar Hakim Ketut di ruang sidang PN Jaksel. Ia menilai bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh tim kuasa hukum Nadiem tidak mampu menunjukkan adanya cacat prosedur dalam penetapan tersangka. Sebaliknya, Kejagung dinilai telah mengikuti seluruh tahapan hukum sesuai ketentuan acara pidana.
Hakim Ketut juga menegaskan bahwa argumentasi tim pembela Nadiem lebih menyentuh perkara pokok korupsi, bukan pada aspek keabsahan penetapan tersangka yang menjadi ranah praperadilan. “Kualitas alat bukti perkara pokok tidak menjadi kewenangan praperadilan,” tegasnya. Ia turut menolak permintaan agar status penahanan Nadiem diubah menjadi tahanan kota, dengan alasan hal tersebut di luar yurisdiksi praperadilan.
Dengan putusan ini, status tersangka Nadiem Makarim dinyatakan sah, dan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook senilai Rp1,98 triliun akan berlanjut ke peradilan umum di bawah pengawasan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Kasus yang menyeret nama Nadiem berawal dari program digitalisasi pendidikan yang dijalankan Kemendikbudristek saat pandemi COVID-19. Dalam pelaksanaannya, Kejagung menemukan indikasi kuat adanya penggelembungan harga dan pengadaan fiktif yang menyebabkan kerugian negara hampir mencapai Rp2 triliun.
Selain Nadiem, penyidik Jampidsus juga menetapkan beberapa pihak lain sebagai tersangka, termasuk Ibrahim Arif (IA), anggota tim teknologi Kemendikbudristek, serta Jurist Tan (JT), staf khusus Nadiem yang kini buron setelah melarikan diri ke luar negeri.
Sumber internal Kejagung menilai langkah Nadiem mengajukan praperadilan sebagai langkah hukum yang kurang tepat. “Seharusnya dia mempersiapkan pembelaan di pengadilan pokok perkara, bukan mencari celah administratif,” ujar sumber tersebut.
Dengan ditolaknya praperadilan ini, Nadiem dipastikan kembali ditahan di rumah tahanan Kejagung sambil menunggu proses sidang lanjutan. Publik kini menanti sejauh mana pengadilan akan membuka fakta-fakta hukum di balik proyek digitalisasi pendidikan yang sebelumnya digadang-gadang sebagai terobosan teknologi pendidikan nasional.
“Putusan ini menjadi sinyal kuat bahwa hukum tetap berjalan, siapa pun yang terlibat dalam praktik korupsi harus bertanggung jawab,” ujar seorang pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia.
Assifa/ Junal Jakarta
KALI DIBACA