
Sikap Imran yang bebas berkeliaran membuatnya kian arogan dan sewenang-wenang di desanya. Ia mengganti pengurus Kelompok Tani Tumbuh Subur tanpa musyawarah, mencopot Sekretaris Desa Khairunnisa, dan menunjuk adik kandungnya sendiri sebagai pengganti – semua dilakukan tanpa prosedur resmi. Surat tegas Camat Tanjung Pura agar jabatan Sekdes dikembalikan pun diabaikan.
“Dia bertindak seenaknya. Surat camat pun tidak dipatuhi. Kami di BPD disalahkan atas keresahan warga, padahal semua keputusan sepihak itu dari kades,” tegas Ketua BPD Tapak Kuda, Syaiful Bahri Hasibuan, Rabu (01/10/2025).
Warga desa semakin curiga adanya kongkalikong antara terpidana dan aparat hukum. “Kami masyarakat awam tidak paham hukum, tapi jelas kades sudah divonis 10 tahun. Kenapa masih bebas? Ada apa di balik jaksa yang tidak menahan dia?” kata Wanda, salah seorang warga.

Kemarahan warga memuncak. Mereka menuntut Kejati Sumut segera menahan Imran dan mendesak Bupati Langkat mencopotnya. Jika tuntutan tidak dipenuhi, warga siap menggelar aksi besar-besaran di PN Tipikor Medan, Kejati Sumut, dan Kejari Langkat.
Kasus ini menyingkap borok penegakan hukum di Sumut:
✓ Vonis pengadilan diabaikan oleh aparat penegak hukum.
✓ Koruptor besar masih bebas mengatur desa dan menunjuk pengurus sesuai kehendaknya.
✓ Masyarakat harus menanggung keresahan akibat ulah seorang kepala desa yang seolah kebal hukum.
InvestigasiWartaGlobal.id akan terus memantau perkembangan kasus ini hingga keadilan ditegakkan dan terpidana benar-benar menjalani hukuman.
Reporter: ZoelIdrus/ Rudi H