
HAL-SEL, INVESTIGASI. – Polemik mengenai keberadaan tempat hiburan malam (THM) di Kabupaten Halmahera Selatan (Hal-Sel) kembali mencuat ke permukaan. Persoalan ini menyeret nama pemilik Coffee Bungalow 3, Tiong San Ongki, yang merasa dirinya diperlakukan tidak adil oleh pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Bupati Hasan Ali Bassam Kasuba dalam urusan perizinan. Kamis, 04/09/2025.
Ongki menegaskan bahwa usahanya sudah mengantongi izin operasional sebagaimana mestinya. Namun, belakangan ia harus menghadapi tekanan karena dituding tidak memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Menurutnya, tudingan tersebut tidak berdiri di atas asas keadilan, sebab masih banyak tempat usaha sejenis yang juga tidak memiliki dokumen PBG namun dibiarkan beroperasi tanpa hambatan.
“Selain izin usaha yang saya pegang, harusnya pemerintah juga menertibkan tempat lain yang sama-sama tidak memiliki PBG. Kenapa hanya saya yang dipermasalahkan? Ini jelas bentuk intimidasi,” ungkap Ongki dengan nada kecewa.
Ia menyebut, sejumlah tempat hiburan lain seperti Coffee Hoox, penginapan Pelangi, hingga toko milik Firman, termasuk dalam kawasan yang disebut sebagai lahan resapan air (RTLH). Namun, tidak ada tindakan tegas terhadap mereka, berbeda dengan yang dialaminya. “Padahal posisinya sama, berdiri di kawasan RTLH. Tapi mengapa hanya saya yang dijadikan target?,” tambahnya.
Isu ini mendapat perhatian serius dari masyarakat dan pemerhati kebijakan daerah. Sejumlah warga menilai pemerintah harus berlaku adil dalam menegakkan aturan, terutama menyangkut keberadaan bangunan usaha yang didirikan di atas lahan yang tergolong sebagai daerah resapan air. Transparansi dan konsistensi dalam penegakan hukum dianggap penting untuk menghindari kesan tebang pilih.
Seorang warga Labuha, Arman, menyebut kasus ini bisa memicu ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah daerah. “Kalau pemerintah hanya menekan satu pihak sementara yang lain dibiarkan, itu sama saja mencederai rasa keadilan. Masyarakat jadi bertanya-tanya, ada apa di balik semua ini?” ujarnya.
Dari sisi regulasi, Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) merupakan dokumen penting yang menggantikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). PBG menjadi syarat wajib bagi setiap bangunan baru, termasuk tempat usaha hiburan, untuk memastikan kesesuaian fungsi ruang dan kelayakan bangunan. Namun, penerapan aturan ini di daerah kerap menimbulkan polemik, terutama jika masih ada perbedaan tafsir antara pemerintah daerah dan pelaku usaha.
Pengamat tata ruang dan kebijakan publik, Dr. Ahmad Basir, menilai pemerintah harus konsisten. “Kalau Coffee Bungalow 3 dipermasalahkan karena tidak memiliki PBG, maka semua bangunan yang belum mengantongi PBG di kawasan RTLH juga harus ditertibkan. Jangan sampai ada diskriminasi yang menimbulkan kesan bahwa aturan hanya berlaku bagi sebagian pihak,” jelasnya.
Di sisi lain, Ongki mengaku siap mengikuti prosedur apabila memang ada kekurangan dalam dokumen usahanya. Namun ia menekankan, langkah pemerintah seharusnya berupa pembinaan dan pendampingan, bukan intimidasi. “Saya bukan menolak aturan. Kalau memang harus diurus, saya akan urus. Tapi jangan hanya saya yang ditekan sementara yang lain dibiarkan begitu saja,” katanya.
Polemik ini diperkirakan akan terus bergulir, mengingat keberadaan THM di Halmahera Selatan sejak lama menjadi isu yang sensitif. Sebagian masyarakat menilai keberadaan THM berkontribusi pada perekonomian lokal, sementara sebagian lainnya khawatir dampaknya terhadap sosial budaya dan lingkungan.
Hingga kini, pihak pemerintah daerah belum memberikan penjelasan resmi mengenai tudingan tebang pilih yang dilontarkan oleh Ongki. Namun publik menunggu sikap tegas dan transparan dari Pemkab Hal-Sel agar polemik ini tidak berlarut-larut dan menciptakan ketidakstabilan di tengah masyarakat.
Kasus Coffee Bungalow 3 pun menjadi cerminan betapa pentingnya konsistensi dalam menegakkan aturan. Jika benar ada pelanggaran, seharusnya penegakan dilakukan secara menyeluruh, bukan hanya kepada satu pihak. Bagi Ongki, yang ia tuntut sederhana: perlakuan adil di mata hukum dan aturan, tanpa diskriminasi.
Redaksi: wan