
INVESTIGASI. - Ratusan warga dari empat desa terdampak banjir di Kecamatan Bacan, Halmahera Selatan, memadati perempatan Kompleks Tamansari pada Rabu malam (2/7/2025), dalam rangka mengikuti mediasi terbuka yang digagas sebagai forum pertanggungjawaban pasca banjir besar yang melanda wilayah tersebut pada 22 Juni lalu. Namun, harapan warga untuk memperoleh kejelasan dan keadilan kembali dipatahkan. Pasalnya, dua pihak yang paling ditunggu-tunggu yakni Bupati Halmahera Selatan serta pihak kontraktor pelaksana proyek, CV. Karya Senja Abadi tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
Mediasi yang difasilitasi oleh warga sekitar dan dihadiri Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Halmahera Selatan hanya diwakili oleh Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Dula, serta Direksi Pengawasan Proyek BPBD, Rahmat Kamarullah. Ketidakhadiran Bupati dan pihak kontraktor memicu kemarahan warga yang merasa dikhianati dan diabaikan.“Ini bentuk pelecehan terhadap penderitaan rakyat. Seharusnya Bupati dan kontraktor hadir malam ini untuk menjelaskan dan bertanggung jawab atas kerusakan yang kami alami,” ujar Khalid Ahmad, tokoh masyarakat Tamansari yang juga menjadi korban banjir.
Empat desa yang terdampak yakni Tamansari, Labuha, Amasing Kali, dan Kota Popo mengalami kerugian besar, baik secara materiil maupun imateriil. Puluhan rumah rusak, lahan pertanian terendam, dan warga kehilangan harta benda. Warga menyebut bahwa banjir kali ini merupakan kejadian terparah sepanjang sejarah kawasan tersebut. Mereka menduga kuat penyebab utama banjir adalah proyek normalisasi muara sungai dan pembangunan jetty di Desa Tamansari yang dilaksanakan tanpa perencanaan teknis yang matang.
Proyek tersebut, yang diduga menyalahi prosedur karena tidak mengantongi rekomendasi teknis dari Balai Wilayah Sungai (BWS), dinilai telah menyempitkan jalur alami sungai sehingga menghalangi aliran air saat hujan deras mengguyur wilayah Bacan. Dampaknya, air meluap dan menghantam pemukiman warga.
Rusna Ahmad, tokoh perempuan Bacan, dengan lantang menyuarakan kekecewaannya dalam forum mediasi. “Kami tidak akan diam. Kalau tidak ada kejelasan dan ganti rugi, kami akan boikot seluruh aktivitas proyek di muara itu!” teriaknya yang langsung disambut warga lainnya.“Dorang dapa untung, torang yang dapa susah!” sahut salah seorang warga sambil mengacungkan tangan ke arah arah perwakilan BPBD.
Situasi mediasi sempat memanas ketika warga mulai mempertanyakan absennya Bupati dan kontraktor. Sebagian warga menuntut agar BPBD mencabut izin kerja kontraktor dan menghentikan seluruh aktivitas proyek sampai ada pertanggungjawaban jelas.
Selain masyarakat dan pihak BPBD, hadir pula tim pengacara dari Aliansi Masyarakat Korban Banjir (AMKB), yang kini secara resmi mendampingi warga dalam upaya hukum untuk menuntut ganti rugi. Kuasa hukum AMKB menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan somasi kepada Pemkab Halmahera Selatan dan CV. Karya Senja Abadi pada 30 Juni lalu.“Kami menunggu respons hingga batas waktu 7 hari kerja sejak somasi dikirim. Jika tidak ada itikad baik, kami akan menempuh jalur hukum lebih lanjut,” ungkap salah satu pengacara AMKB di hadapan warga.
Pihak BPBD sendiri dalam mediasi itu hanya menjanjikan akan menyampaikan semua tuntutan dan aspirasi warga kepada pimpinan daerah. Namun, janji itu tidak meredakan amarah massa. Warga menegaskan bahwa mereka tak lagi percaya pada janji-janji kosong tanpa tindakan nyata.“Ini bukan lagi soal janji, ini soal keadilan. Jangan jadikan kami tumbal dari proyek-proyek yang hanya menguntungkan segelintir orang,” kata seorang ibu rumah tangga yang mengaku kehilangan seluruh isi rumahnya saat banjir menerjang.
Mediasi akhirnya ditutup dengan pernyataan sikap bersama dari warga empat desa, yang berisi tuntutan: (1) tanggung jawab penuh dari Pemkab dan kontraktor; (2) ganti rugi seluruh kerugian korban banjir; (3) penghentian sementara proyek jetty dan normalisasi muara sampai ada investigasi teknis oleh lembaga independen; dan (4) jaminan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang di masa mendatang.
Warga pun menyatakan akan terus melakukan aksi hingga tuntutan mereka dipenuhi. “Kalau Bupati dan kontraktor tidak hadir dalam waktu dekat, kita akan gelar aksi besar-besaran di Kantor Bupati!” teriak salah satu koordinator aksi di ujung acara.
Kondisi ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah yang selama ini dinilai lalai dalam pengawasan proyek strategis. Mediasi yang sejatinya menjadi jalan damai, justru memperlihatkan betapa jauhnya jarak antara rakyat dan pemimpinnya.
Redaksi: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment