
INVESTIGASI — Pembentukan Koperasi Desa (KOPDES) Balitata di Kecamatan Gane Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, menuai protes keras dari warga. Kepala Desa "Haryadi Sangaji", diduga membentuk struktur kepengurusan koperasi secara sepihak tanpa melalui mekanisme musyawarah desa sebagaimana diamanatkan dalam regulasi yang berlaku, Kamis 3/07/2025.
Struktur koperasi yang diberi nama Koperasi Merah Putih ini diketuai oleh Nasdi Ade, dengan Kiki Limatahu sebagai bendahara, yang diketahui masih berstatus kader posyandu dan anak dari staf kantor desa, serta sekretaris yang merupakan keponakan langsung dari Kepala Desa. Komposisi ini memicu dugaan kuat akan adanya konflik kepentingan, karena seluruh pengurus berasal dari lingkaran pribadi sang kepala desa.
“Tidak pernah ada musyawarah atau undangan resmi sebelumnya. Tiba-tiba koperasi sudah terbentuk dan diumumkan. Ini bukan koperasi masyarakat, tapi koperasi keluarga,” Pungkas salah satu warga Balitata yang enggan disebutkan namanya.
Warga menilai pembentukan KOPDES tersebut telah menabrak prinsip tata kelola desa yang baik dan melanggar sejumlah regulasi penting yang mewajibkan keterbukaan dan partisipasi publik, seperti Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang pendirian dan pengelolaan BUMDes, Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang peran dan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta Keputusan Menteri Koperasi dan UKM RI No. 8 Tahun 2021 tentang pembentukan Koperasi Merah Putih.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, Kepala Desa Haryadi Sangaji menyampaikan bahwa saat pembentukan koperasi, ia sedang berada di Pulau Bacan. Ia mengklaim bahwa Pemerintah Desa telah menawarkan kepengurusan KOPDES kepada masyarakat, namun tidak ada yang bersedia terlibat.
“Sudah ditawarkan ke masyarakat, tapi tidak ada yang mau. Jadi saya minta keluarga aparatur desa yang bantu urus, biar jalan dulu koperasinya,” Ujar kades saat ditemui oleh awak media.
Namun, pernyataan tersebut langsung dibantah oleh sejumlah warga yang merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses pembentukan koperasi. Mereka menilai bahwa alasan Kepala Desa hanyalah bentuk pembelaan atas proses yang cacat secara prosedural.
“Masyarakat mana yang dilibatkan? Kami tidak pernah ditawari apalagi diajak bermusyawarah. Tiba-tiba sudah diumumkan nama-nama pengurusnya,” Ujar warga lainnya.
Sejak awal tidak ada informasi atau undangan musyawarah. Proses pembentukan dilakukan tertutup, dan tidak memberi ruang bagi masyarakat untuk terlibat secara adil. “Kalau seperti ini, wajar kalau masyarakat menolak. Jangan dijadikan alasan seolah-olah kami yang tidak mau terlibat.”Lanjutnya.
Mereka juga menyoroti penunjukan pengurus yang semuanya berasal dari keluarga atau orang dekat aparatur desa. “Pembentukan koperasi desa itu harus dimusyawarahkan. Bukan asal tunjuk, apalagi semua pengurus dari keluarga aparat desa. Ini jelas mencederai semangat demokrasi dan gotong royong di desa.”Lanjut warga tersebut
Warga mendesak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD) Kabupaten Halmahera Selatan agar tidak hanya memberi teguran administratif, tetapi juga menjatuhkan sanksi tegas kepada Kepala Desa atas pelanggaran prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan desa, “Pemerintahan desa bukan milik pribadi. Kalau dibiarkan, ini akan jadi contoh buruk bagi desa-desa lain,” Tambahnya.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi Pemerintah Daerah bahwa tata kelola lembaga desa harus dijalankan dalam koridor hukum, menjunjung transparansi, serta menjamin keterlibatan masyarakat secara adil, bukan dijadikan alat kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Redaksi
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment