
Yang lebih memprihatinkan, kejadian dalam video tersebut ternyata sudah berlangsung sekitar empat bulan lalu, namun tidak kunjung mendapatkan penanganan hukum yang layak. Baru setelah orang tua korban menemukan video tersebut dan melaporkan kasus ke Polsek Obi pada Jumat, 13 Juni 2025, yang kemudian teregister dengan nomor STPL/30/K/VI/2025/POLSEK.
Korban langsung diarahkan untuk menjalani visum di RSU Obi. Pada Minggu, 15 Juni, korban dan ibunya menjalani pemeriksaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Halmahera Selatan. Namun hingga kini enam hari setelah laporan resmi masuk, tidak satu pun dari para terduga pelaku yang ditahan. Mereka yang berinisial D, R, R, dan Y, warga Desa Alam Pelita, masih bebas berkeliaran.
Keluarga korban merasakan trauma mendalam dan ketidakpercayaan terhadap proses hukum. “Kalau bukan karena video itu viral, mungkin kasus ini tetap disimpan. Tapi sudah viral pun, belum ada penahanan. Kami benar-benar kecewa,” kata ibu korban.
Ironisnya, saat keluarga korban menanti penindakan, Polsek Obi justru tampak sibuk menyalurkan bantuan sosial (bansos) di sejumlah desa. Aktivitas tersebut dianggap sebagai bentuk pengalihan isu, dan memperlihatkan minimnya empati institusi terhadap korban kekerasan seksual.
Kritik tak hanya datang dari masyarakat, tetapi juga dari kalangan pemerhati hukum dan perlindungan anak. Rosita Basarun, S.H., pegiat perlindungan anak dan advokat yang selama ini aktif menangani kasus kekerasan seksual di wilayah Maluku Utara, menyampaikan kecaman keras:
“Penundaan proses hukum dalam kasus seperti ini sama artinya dengan melanggengkan kekerasan terhadap anak. Ketika aparat lambat, ketika pelaku masih bebas, itu adalah bentuk pembiaran yang tidak bisa ditoleransi. Kami minta Kapolda Maluku Utara segera mengevaluasi Kapolres Halmahera Selatan, karena ini bukan kasus pertama yang dibiarkan berlarut-larut. Ada dugaan kuat bahwa aparat bermain dalam ruang abu-abu hukum,” ujar Rosita.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas, cepat, dan berpihak pada korban, terutama anak-anak yang secara hukum merupakan kelompok paling rentan. “Kalau Kapolda diam, maka kami anggap pembiaran ini sistemik. Kami akan terus suarakan ini sampai pelaku ditangkap dan korban mendapatkan keadilan yang layak,” tutup Rosita.
Hingga berita ini dipublikasikan, belum ada keterangan resmi dari pihak Polsek Obi melalui telpon seluler person: 0857-****-4036. Sementara pihak Polres Halmahera Selatan, maupun Polda Maluku Utara dalam upaya konfirmasi penelusuran terkait alasan keterlambatan penanganan kasus maupun status hukum para pelaku.
Reporter: Draken
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment