
INVESTIGASI — Isu dugaan penyalahgunaan anggaran dan maladministrasi kembali menyeruak dari Desa Tabalema, Kecamatan Mandioli Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan. Kali ini, sorotan tajam datang dari kalangan akademisi. M. Faisal Kasim, M.Pd, dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Alkhairaat Labuha, secara terbuka menuding adanya dukungan politik di balik kelambanan proses evaluasi dan pemberhentian Kepala Desa Tabalema. Ia menduga, sang kepala desa mendapat “bekingan” dari orang dekat Bupati Halmahera Selatan. Jumat, 20/06/2025.
Pernyataan keras ini disampaikan menyusul beredarnya sebuah foto pertemuan yang melibatkan sejumlah pihak penting, termasuk perwakilan masyarakat, tokoh agama, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Tabalema, seorang ketua paguyuban, serta Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Halmahera Selatan. Pertemuan yang berlangsung Jumat pagi, 20 Juni 2025 itu, disebut-sebut membahas berbagai keluhan masyarakat terhadap kepemimpinan sang kades.“Masyarakat melihat adanya kejanggalan karena sejak 2023 hingga pertengahan 2025 tidak ada pembangunan yang signifikan di Desa Tabalema, baik infrastruktur maupun non-infrastruktur. Bahkan, Musrenbangdes pun tidak pernah dilakukan,” ujar M. Faisal Kasim yang akrab disapa Cimot.
Cimot, yang dikenal vokal dalam mengawal isu-isu pemerintahan desa, menyatakan bahwa tidak adanya transparansi dalam pengelolaan Dana Desa (DD) menjadi sorotan utama warga. Ia menilai DPMD Halsel seharusnya bersikap netral dan bertindak cepat atas laporan-laporan masyarakat, bukan justru terkesan “masuk angin”.“Kalau DPMD tidak tegas dan masih terkesan diam, maka publik akan bertanya: siapa yang dilindungi? Ini akan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah,” tegas Cimot dalam wawancara kepada wartawan investigasi.
Lebih lanjut, Cimot juga menyinggung adanya indikasi perbuatan amoral yang dilakukan oleh Kades Tabalema, termasuk konsumsi minuman keras (miras) di tengah larangan resmi dari Bupati Halsel. Ia menilai bahwa tindakan semacam itu tidak hanya melanggar etika pemerintahan, tetapi juga mencoreng marwah kepala desa sebagai pemimpin masyarakat.“Bupati sendiri sudah mengeluarkan larangan terhadap perilaku menyimpang seperti miras di kalangan aparat desa. Tapi jika larangan itu tidak dijalankan dan tidak ada tindakan tegas, maka kesannya aturan hanya formalitas,” ujar Cimot.
Menurut Cimot, langkah paling bijak dan sesuai aturan adalah memberhentikan Kades Tabalema apabila terbukti melanggar. Ia merujuk pada Permendagri No. 67 Tahun 2017 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala Desa serta Permendes PDTT No. 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, di mana disebutkan bahwa kepala desa dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, dan pelayanan masyarakat.“Pemerintah daerah punya dasar hukum yang jelas. Masalahnya tinggal soal keberanian. Jangan sampai integritas DPMD ikut hancur hanya karena satu atau dua oknum yang punya kedekatan politik,” tegasnya lagi.
Dalam kesempatan yang sama, Cimot juga meminta kepada seluruh elemen masyarakat Desa Tabalema agar tetap konsisten menyuarakan aspirasi secara konstitusional. Ia berharap kasus ini menjadi cerminan agar tidak ada lagi kepala desa yang merasa kebal hukum karena punya “backing” politik.
Sementara itu, Kepala DPMD Halmahera Selatan yang dikonfirmasi terpisah melalui pesan singkat belum memberikan keterangan resmi hingga berita ini diturunkan. Namun, dari sumber internal DPMD disebutkan bahwa lembaga tersebut tengah mengkaji laporan-laporan yang masuk terkait dugaan pelanggaran oleh Kades Tabalema.
Di sisi lain, warga Desa Tabalema mengaku kecewa karena belum ada tanda-tanda pemerintahan desa akan berubah. Salah satu warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa “Kepala desa seolah tidak tersentuh, padahal semua orang tahu dia tidak menjalankan tugasnya dengan benar.”
Kasus di Tabalema ini bukan hanya soal pengelolaan anggaran, tetapi juga menyangkut integritas institusi daerah. Masyarakat kini menanti langkah nyata dari DPMD dan Bupati Halmahera Selatan dalam menyikapi persoalan ini. Jika tidak, dikhawatirkan akan muncul ketidakpercayaan lebih besar terhadap pemerintah desa dan daerah secara menyeluruh. Sebagaimana ditegaskan oleh Cimot, “Pemberhentian kepala desa bukan sekadar hukuman, tapi pelajaran bagi semua pemimpin desa agar tetap setia pada prinsip transparansi, tanggung jawab, dan pengabdian kepada rakyat.”
Redaksi: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment