
Total dana desa yang telah digelontorkan ke Desa Passippo selama kurun waktu tujuh tahun terakhir mencapai miliaran rupiah. Namun, kondisi fisik proyek di lapangan justru jauh dari harapan. Beberapa warga menyampaikan bahwa proyek yang dilaporkan selesai, ternyata tidak sesuai realisasi.
Seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa BUMDes Passippo diduga hanya formalitas. “BUMDes ini seperti perusahaan fiktif. Tidak jelas barangnya, tidak jelas usahanya, tapi uangnya selalu ada di APBDes,” ujarnya.
Rincian Anggaran yang Disorot:
Tahun 2018
Penyertaan Modal BUMDes: Rp 250.000.000
Tahun 2023
Peningkatan prasarana jalan desa (gorong-gorong, drainase, dsb): Rp 414.400.000
Pengerasan jalan usaha tani: Rp 197.578.000
Pemeliharaan jalan desa: Rp 38.250.000
Tahun 2024
Pembangunan lampu jalan desa: Rp 44.400.000 & Rp 70.000.000
Pengerasan jalan desa: Rp 22.371.000 & Rp 94.972.000
Pengerasan jalan usaha tani: Rp 126.553.000
Pemeliharaan kantor desa: Total Rp 35.565.028
Keadaan mendesak: Rp 55.800.000
Dugaan penyimpangan tersebut mengemuka setelah Tim Investigasi Sulsel mencoba meminta konfirmasi langsung kepada Kepala Desa dan Bendahara pada 19 Juni 2025. Namun, keduanya tidak berada di tempat. Tim hanya berhasil menemui Sekretaris Desa Passippo.
Klarifikasi Sekretaris Desa:
Dalam keterangannya, Sekretaris Desa Membuat Laporan pertanggung jawaban ditahun 2024 dan membenarkan bahwa anggaran Rp 414.400.000 untuk peningkatan prasarana jalan desa pada 2023 digunakan untuk pengadaan 15 unit lampu jalan, terdiri dari:
12 unit seharga Rp 14.000.000 (Rp 168.000.000)
3 unit seharga Rp 14.800.000 (Rp 44.400.000)
Total: Rp 212.400.000
Namun demikian, data di aplikasi OMSPAN mencantumkan anggaran yang sama (Rp 414.400.000) untuk kegiatan fisik berupa rehabilitasi jalan desa, bukan lampu jalan. Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai transparansi penggunaan dana.
Sekretaris Desa juga menyebutkan:
Anggaran jalan usaha tani 2023 digunakan untuk satu titik di Dusun II.
Dana pemeliharaan jalan desa sebesar Rp 38.250.000, digunakan untuk beberapa dusun dan termasuk pembayaran pajak.
Anggaran “keadaan mendesak” tahun 2024 sebesar Rp 111.600.000 digunakan untuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Beberapa anggaran pembangunan 2024 tidak diakui atau tidak diketahui realisasinya.
Terkait BUMDes, disebutkan bahwa ketua BUMDes sudah diberhentikan, dan dana kini dikelola langsung oleh bendahara.
Tanggapan Warga dan Permintaan Penyelidikan
Warga yang ditemui tim investigasi mengaku kecewa dengan kondisi desa yang tidak mencerminkan aliran dana yang besar. Beberapa jalan yang dilaporkan telah diperkeras, nyatanya masih berupa jalan tanah yang berlumpur saat hujan.
Aktivis antikorupsi dan tokoh masyarakat mendesak agar aparat penegak hukum seperti Inspektorat Daerah, Kejaksaan Negeri Bone, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera turun tangan untuk melakukan audit menyeluruh.
Jika terbukti, maka praktik ini diduga telah melanggar:
UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 26 ayat (4) huruf c tentang kewajiban kepala desa menjunjung prinsip transparansi dan akuntabilitas.
UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang menyebut bahwa setiap penyelenggara negara yang memperkaya diri secara melawan hukum dapat dipidana.
> “Kami tidak ingin desa ini menjadi kuburan anggaran negara. Kalau memang ada penyimpangan, hukum harus ditegakkan,” tegas salah satu warga yang mengikuti proses pengawalan dana desa.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Kepala Desa dan Bendahara belum memberikan klarifikasi resmi. Tim investigasi akan terus memantau perkembangan dan membuka ruang konfirmasi lebih lanjut dari pihak terkait demi keberimbangan informasi.
*Redaksi Sulsel*.
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment