
INVESTIGASI – Kasus pemerkosaan terhadap anak di bawah umur kembali mengoyak nurani publik Halmahera Selatan. Seorang siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) berinisial A (15), warga Desa Buton, Kecamatan Obi, menjadi korban kekerasan seksual oleh enam orang pemuda yang tak lain merupakan warga desa setempat. Para pelaku disebut berinisial D, R, R, dan Y, sementara dua lainnya belum disebutkan identitasnya secara resmi.
Peristiwa kelam ini terungkap setelah video korban beredar di media sosial berdurasi 10 detik dengan kejadian memilukan ikepada keluarganya. Pada Jumat, 13 Juni 2025, keluarga korban secara resmi melaporkan kasus ini ke Polsek Obi. Namun ironisnya, hingga lebih dari sepekan sejak laporan dibuat, belum ada satu pun dari enam terduga pelaku yang ditahan aparat kepolisian. Situasi ini menimbulkan keresahan dan kemarahan publik, terutama warga Desa Buton dan pemerhati perlindungan anak.
Akibat Lambannya Proses Hukum tersebut, Praktisi hukum dan pemerhati isu perlindungan anak, Suwarjono Buturu, SH, MH, angkat bicara terkait lambannya penanganan kasus tersebut. Menurutnya, kepolisian seharusnya tidak menunda-nunda proses hukum, apalagi dalam perkara kejahatan seksual terhadap anak.
“Sikap diam dan lambannya tindakan aparat penegak hukum sangat mencederai rasa keadilan. Ini bukan sekadar kasus kriminal biasa, tapi pelanggaran serius terhadap hak anak dan kemanusiaan,” tegas Suwarjono saat diwawancarai media ini, Sabtu (21/6/2025).
Ia juga menegaskan bahwa dalam kasus-kasus seperti ini, aparat seharusnya langsung melakukan tindakan hukum berupa penangkapan kepada para pelaku. “Ada urgensi perlindungan korban dan potensi penghilangan barang bukti maupun tekanan psikologis terhadap korban jika pelaku dibiarkan bebas,” ujarnya.
Suwarjono bahkan mempertanyakan komitmen Polsek Obi dalam menangani kejahatan seksual, mengingat sudah sering kali terjadi keterlambatan serupa dalam kasus-kasus sebelumnya. “Kalau ini terus terjadi, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Obi dan Halmahera Selatan pada umumnya,” katanya.
Setelah pemberitaan sebelumnya, dan mendapat sorotan media dan publik, pihak Polsek Obi baru memberikan tanggapan resmi melalui pesan WhatsApp. Kapolsek Obi, Ipda Daffa Raissa Putra, S.Tr.K, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan saksi, namun masih memastikan keberadaan para pelaku.
"Kami sudah periksa korban dan saksi. Kami masih memastikan keberadaan pelaku dan secepatnya akan kami naikkan sidik agar bisa melakukan upaya paksa," tulisnya dalam pesan WhatsApp kepada wartawan pada Sabtu malam.
Namun, tanggapan ini justru menambah kekecewaan keluarga korban dan warga setempat. Mereka menilai pernyataan Kapolsek hanya bersifat reaktif dan terkesan menunggu tekanan publik sebelum mengambil langkah hukum. “Kenapa harus menunggu viral dulu baru bertindak? Kami ingin keadilan, bukan janji,” ucap seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Mengingat respons lambat dari Polsek Obi, sejumlah aktivis dan tokoh masyarakat mendesak Polda Maluku Utara untuk mengambil alih penanganan kasus ini. Mereka khawatir adanya konflik kepentingan atau kelalaian struktural di tingkat Polsek yang bisa menghambat proses keadilan.“Jika dalam waktu dekat tidak ada penahanan, kami akan gelar aksi damai ke Mapolres hingga Polda. Ini soal kemanusiaan, bukan sekadar perkara pidana biasa,” tegas Suwarjono.
Redaksi:wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment