Lemah Atau Bermain Api Inspektorat Bali Terhadap Pengawasan'Audit'Kecurangan LPD - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

Pendaftaran

Klik

More News

logoblog

Lemah Atau Bermain Api Inspektorat Bali Terhadap Pengawasan'Audit'Kecurangan LPD

Tuesday, 18 November 2025
Bali Indonesia, 18/11/2025, InvestiGasiWartaGlobal. Id
Inspektorat di Bali berperan sebagai bagian dari pengawasan internal pemerintah daerah yang membantu Gubernur Bali dalam membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan, termasuk yang berkaitan dengan pengelolaan LPD secara administratif dan keuangan.

 Inspektorat melakukan pengawasan internal melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya yang bertujuan memastikan akuntabilitas dan kepatuhan perangkat daerah serta lembaga terkait, termasuk yang mengatur dan membina LPD.

Namun, pengawasan operasional LPD lebih banyak dilakukan oleh badan pengawas internal LPD yang disebut panureksa, yang terdiri atas anggota yang memiliki kompetensi di bidang keuangan, manajemen, akuntansi, dan auditing. Panureksa ini merupakan pengawas langsung yang bertugas secara internal, dengan Bendesa Adat sebagai ketua badan pengawas secara ex-officio, sehingga pengawasan LPD bersifat integratif dengan nilai adat dan kultural lokal Bali.

Inspektorat bertindak sebagai pengawas pemerintah daerah yang memastikan bahwa pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemprov Bali terhadap LPD berjalan sesuai aturan dan prosedur yang berlaku. Jadi, Inspektorat memberikan pengawasan administratif dan keuangan dari sisi pemerintahan daerah sementara pengawasan internal LPD lebih spesifik dan detail dilakukan oleh badan pengawas internal LPD sendiri


Inspektorat mempunyai tugas, fungsi

1. Perumusan kebijakan teknis bidang pengawasan dan fasilitasi pengawasan;

2. Pelaksanaan pengawasan internal terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;

3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu;

4. Penyusunan laporan hasil pengawasan;

5. Pelaksanaan administrasi Inspektorat; dan

6. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Gubernur terkait dengan tugas dan fungsinya.

Dengan tidak terkuaknya permainan kotor yang tiba - tiba muncrat dipermukaan membuktikan Inspektorat Lemah atau disinyalir bermain api. 

Penilaian LP-LPD Tak Jadi Jaminan
Saat ini total ada 707 nasabah. Sementara sebelumnya tercatat 1.002 orang. Pada penilaian kesehatan LPD Desa Adat Ngis yang dilakukan oleh LP-LPD, untuk periode Desember 2023, tertulis hasilnya (Nilai Camel dan Kriteria) 58,75, alias Kurang Sehat. Pada satu lembar kertas hasil pemeriksaan yang kami dapatkan, disebutkan nilai kesehatan camel plus merupakan hasil menurut sample kredit.

“Nasabah yang tabungan deposito maupun sukarelanya tidak ada di sistem (hilang digelapkan), untuk saat ini kami belum bisa pertanggungjawabkan. Apalagi kalau uang itu tidak pernah masuk ke sistem (diberikan langsung ke Berata), kan memang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi oleh saudara Nyoman Berata. Tapi tetap kami investariskan datanya. Banyak nasabah menekan saya biar dana itu dikembalikan, dimasukkan ke sistem. Logikanya, ketika ada dana masuk ke sistem, itu tentu akan berpengaruh ke kas. Nanti jika sudah ada ketetapan hukum Berata ini bersalah, kita akan duduk bersama lagi mencari solusi (untuk dana nasabah yang hilang),” terang Arjaya.

Sementara itu, Kepala LP-LPD Provinsi Bali, I Nengah Karma Yasa menjelaskan bahwa penipuan data laporan LPD disebut dengan window dressing. Apabila hal itu terjadi, maka otomatis sebuah LPD kondisinya tidak sehat.

“Penilaian kesehatan (LPD) tidak mencerminkan apakah ada korupsi atau tidak. Maka pertanyaannya, mengapa laporan bagus, tapi ternyata terjadi korupsi?” ucapnya saat ditemui di kantor LP-LPD Provinsi Bali, Selasa (23/7/2024).

Menurutnya, modus penggelapan dana yang sulit dideteksi oleh LP-LPD adalah pinjaman kredit dan deposito atau tabungan masyarakat yang tidak disetor ke LPD, tapi langsung diserahkan ke pribadi petugas LPD. “LP-LPD tidak mungkin tahu itu. Yang paling tahu dan bisa mendeteksi hanya nasabah itu sendiri. Ini kelemahan sistem audit yang di pemberdayaan, LP-LPD tidak bisa menusuk sampai ke situ,” imbuhnya.

Ia menegaskan, sesungguhnya untuk melakukan audit di satu LPD, petugas lapangan LP-LPD setidaknya perlu waktu minimal 7 hari kerja, itu pun apabila dokumen-dokumen yang diserahkan lengkap dan tanpa koreksi. Ada tiga poin yang diaudit, di antaranya Struktur Pengendalian Intern, Kepatuhan, dan Substantif. Saat ini ada 69 pegawai LP-LPD di seluruh Bali dan 50 di antaranya adalah petugas lapangan yang melakukan audit. Sementara jumlah keseluruhan LPD mencapai hampir 1.400. Menurutnya, idealnya total ada 130 pegawai LP-LPD.

Dengan keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) tersebut, Karma mengatakan petugas kesulitan untuk melakukan audit secara maksimal, terlebih sesungguhnya mereka tidak memiliki lisensi auditor, perannya hanya sebagai editor pemberdayaan. Jadi wewenang LP-LPD terbatas, mereka tidak boleh melakukan investigasi. Apabila ditemukan kejanggalan, mereka hanya memberikan catatan dan rekomendasi, kemudian menyerahkan ke Desa Adat untuk mengambil tindakan lebih lanjut.

“LPD Desa Adat Ngis kan sudah ditangani oleh Polda, sehingga LP-LPD tidak bisa masuk. Apabila sudah ditangani Aparat Penegak Hukum, Desa Adat juga tidak bisa mengotak-atik. Sekarang LPD masuk masa tantangan yang luar biasa,” ucapnya.

Karma kemudian menunjukkan laman LPD Information and Reporting System, yang hanya bisa diakses oleh petugas LP-LPD. Di dalamnya memuat catatan kondisi LPD di seluruh Bali dari tahun ke tahun. Sebelum tahun 2021, LPD Desa Adat Ngis ditandai dengan warna hijau yang berarti dalam kondisi sehat. Namun selama tahun 2021 berubah menjadi kuning. Lalu pada Januari dan Februari 2022, kondisinya tidak terdeteksi dan sejak saat itu hingga kini terpantau merah.

“Ini menunjukkan dia awalnya bagus-bagus saja. Mungkin asetnya kecil nih masih bagus. Setelah itu mulai 2021, sudah mulai gejala-gejala kuning, menunjukkan ada sesuatu di situ. Per LPD bisa kelihatan di sini (kondisinya). Tetapi ini berdasarkan data yang diberikan oleh dia (LPD),” jelasnya.


Kondisi LPD Desa Ngis
Pelaku Diduga Gunakan Dua Sistem Pembukuan
Satu di antara para nasabah yang dananya digelapkan dan dilaporkan tidak ada di sistem adalah pengusaha Komang Sukadasna, pemilik usaha Pia Susu Dian. Deposito milik Sukadasna termasuk yang paling besar. Karena tidak berhasil menempuh jalur mediasi secara kekeluargaan, serta tidak ada kepastian kesanggupan Berata untuk mengembalikan dana nasabah, akhirnya Sukadasna melaporkan Berata ke Polda Bali. Sebelumnya Berata mengatakan hanya sanggup membayar Rp 500 ribu per bulan.

“Ada dua sistem dia pakai, di depan beda sistemnya dengan di belakang. Di meja Ketua LPD satu, di meja penerima nasabah satu. Saya cek gak ada namanya. Saya juga terkejut. Saya tanya “Ini namanya Komang Sukadasna kok gak ada?” Dia punya deposito paling besar lho, Rp 3 miliar. Semua staf kecolongan. Akhirnya saya pulang dan sampaikan ke adik, ‘Uang kita gak ada. Jangankan uang, nama kita dalam sistemnya LPD itu sudah hilang,” terang kerabat Sukadasna, Gede Sudiarta, pada Minggu (14/5/2024). Ia juga sempat menemui langsung Berata dan keluarganya.

Lanjutnya, “Sesuai dengan pengakuannya, dia main sendiri. Sampai salah satu penyidiknya bilang susah ditemukan modus seperti ini, makanya Ketua LPD itu menggunakan dana gali lubang tutup lubang. Jadi begini, dia lebih awal berutang dengan menggunakan nama keluarganya. Tapi keluarganya tidak ada yang tahu, adiknya, kakaknya, ibunya, dipakai namanya. Kan dia Ketua LPD, punya wewenang tanda tangan sendiri semua, apalagi nama keluarganya.”

Gede Sudiarta meminta meskipun ada sejumlah nasabah yang namanya telah dihapus dalam sistem, namun seharusnya tetap dikembalikan dananya dan menjadi tanggung jawab penuh LPD. Meskipun dana digunakan secara pribadi oleh Ketua LPD, namun jabatan tersebut melekat. Ke depan, Sudiarta berharap cara pengelolaan LPD harus dirombak total, begitu pula dengan pegawai yang dipekerjakan di dalamnya. Jabatan Ketua LPD perlu dipilih setiap 5 atau 10 tahun sekali.

Tokoh muda Desa Adat Ngis yang juga gencar mengawal kasus ini sedari awal, Kadek Sudantara (35), berharap agar persoalan LPD bisa diselesaikan hingga ke akarnya. Ia meminta Bendesa Adat mengambil langkah tegas untuk menemukan solusi terbaik atas perkara ini. Menurutnya, bukan hanya perkara uang, namun juga nasib banyak orang, warga desa yang tabungan masa tuanya kandas begitu saja.

“Orang tua, coba bayangkan orang tua. Mereka bekerja keras, maburuh membuat canang, membuat banten, sampai bisa nabung Rp 52 juta. Sekarang itu hilang. Coba bayangkan itu. Ada orang tua jualan sate keliling, mungkin itu untuk biaya sekolah anaknya, ditabung sampai Rp juta. Tapi hilang, sampai hampir mau bunuh diri itu,” tegasnya saat ditemui awal April 2024.

Mantan Kepada Dusun Tembok, Made Selamat, sepakat bahwa kepercayaan masyarakat terhadap LPD harus segera dikembalikan. Begitu pula dengan kekompakan krama desa dan prajuru adat agar tidak ada kecurigaan dan prasangka yang semakin memecah belah dan memperkeruh kondisi.

Proses Audit Terus Berlanjut
Warga sempat mendapat informasi dari tim penyidik bahwa rencananya pada Maret 2024 lalu Berata ditetapkan sebagai tersangka. Namun ternyata proses audit belum selesai dan terduga pelaku masih bebas.

Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan S.I.K, M.H., saat dikonfirmasi pada Mei 2024 lalu menyampaikan bahwa kasus ini sudah dalam proses penyidikan. Penetapan tersangka belum dilakukan karena dalam proses penyidikan. “Kami menunggu hasil audit serta belum dilaksanakan gelar perkara,” jelas Kombes Pol Jansen.
Saat itu masih menjabat, sekarang ke mabes Polri. 

Kenaikan Kasus Korupsi LPD

Berdasarkan data dari Pengadilan Negeri Denpasar, sejak tahun 2020 hingga 2024, tercatat ada 43 perkara tindak pidana korupsi yang menyangkut LPD. Tahun 2020 ada 3 kasus, tahun 2021 bertambah menjadi 13 kasus, lalu tahun 2022 naik menjadi 15 kasus. Namun 2023 turun, ada 3 kasus, lalu tahun 2024, ada 9 kasus.


Sementara itu, hasil pantauan tim Indonesian Corruption Watch, dari tahun kejadian 2008-2022 dan dengan tahun penyidikan 2021-2023, tercatat ada 20 kasus korupsi yang melibatkan LPD di Bali. Terjadi hampir di seluruh Bali, di antaranya di Jembrana, Klungkung, Badung, Gianyar, Bangli, Denpasar, Buleleng, dan Tabanan. Sebagian besar pelaku utama adalah Ketua LPD, kemudian diikuti oleh bendahara, sekretaris, serta tata usaha. Kasus korupsi terbesar terjadi di LPD Desa Adat Anturan, Kabupaten Buleleng, yakni mencapai Rp 151 miliar dengan pelaku Ketua LPD. 


Adapun nama sumber serta jabatan bisa berubah
Terkait mutasi. 
Dikutip :
 BaleBengong


KALI DIBACA