
Hal-Sel, INVESTIGASI. – Polemik pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuha, Kabupaten Halmahera Selatan, kembali tercoreng. Setelah sejumlah media lokal menayangkan pemberitaan mengenai tumpukan limbah medis yang diduga tidak dikelola sesuai prosedur, kini muncul kabar baru yang menambah kontroversi. Sekretaris Direktur RSUD Labuha, La Ode Emi, diduga mencoba mencegah pemberitaan lanjutan mengenai persoalan tersebut dengan dalih menjaga nama baik pimpinan daerah.
Informasi yang beredar menyebutkan, dalam sebuah konfimasi internal yang turut dihadiri beberapa pihak terkait, La Ode Emi secara terang-terangan menyampaikan kekhawatirannya jika kasus limbah medis terus dipublikasikan media. Ia menilai, publikasi berita terkait masalah tersebut berpotensi mencoreng nama baik Bupati Halmahera Selatan, mengingat RSUD Labuha merupakan salah satu instansi di bawah koordinasi pemerintah kabupaten. Rabu, 10/09/2025.
“Kalau berita limbah medis ini kalian publikasikan, nanti nama baik Bupati yang kena. Karena RSUD ini bagian dari Bupati. Kami palingan hanya dipecat,” ungkap La Ode Emi sebagaimana ditirukan oleh salah satu sumber yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Pernyataan tersebut sontak memicu reaksi beragam. Beberapa kalangan menilai sikap Sekretaris Direktur RSUD Labuha mencerminkan adanya upaya menutup-nutupi persoalan serius yang menyangkut keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pasalnya, limbah medis termasuk dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang pengelolaannya telah diatur ketat oleh peraturan perundang-undangan.
Sejumlah praktisi hukum dan pemerhati lingkungan menilai, ketimbang berfokus pada upaya mencegah publikasi media, pihak rumah sakit semestinya segera melakukan pembenahan sistem pengelolaan limbah medis. Mereka menekankan bahwa keterbukaan informasi publik adalah bagian penting dari prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Ikmal Umsohy, SH, salah satu praktisi hukum di Halmahera Selatan, menegaskan bahwa pernyataan pejabat publik yang mencoba mengaitkan persoalan teknis di RSUD dengan nama baik kepala daerah justru bisa memperkeruh keadaan. “Rumah sakit adalah institusi pelayanan publik yang harus bertanggung jawab secara profesional. Kalau ada masalah, harus diselesaikan sesuai aturan, bukan dengan menakut-nakuti media agar berhenti memberitakan,” ujarnya.
Selain itu, sejumlah LSM lokal juga menyoroti indikasi lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan limbah medis di RSUD Labuha. Mereka mendesak DPRD Halmahera Selatan, khususnya Komisi I dan Komisi II yang membidangi masalah kesehatan dan lingkungan, untuk segera memanggil manajemen RSUD dan melakukan investigasi menyeluruh.
Sementara itu, pihak media yang sempat diminta menghentikan pemberitaan menyatakan tetap berkomitmen menjalankan tugas jurnalistik sebagaimana amanat Undang-Undang Pers. Mereka menegaskan bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui informasi yang menyangkut kesehatan masyarakat, terlebih jika menyangkut potensi pencemaran lingkungan akibat limbah medis.
“Media tidak boleh ditekan untuk berhenti memberitakan hal-hal yang faktual. Justru dengan adanya pemberitaan, publik bisa mendorong perbaikan sistem agar kejadian serupa tidak terulang,” kata Direktur JELAJAHPOST.ID yang biasa di sapa deng bung awi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RSUD Labuha belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pernyataan La Ode Emi tersebut. Direktur RSUD Labuha, dr. Titin Andriani, yang sebelumnya sempat memberikan klarifikasi mengenai tumpukan limbah medis, belum dapat dihubungi lebih lanjut.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pelayanan publik tidak bisa dinegosiasikan. Upaya menutup-nutupi masalah hanya akan memperburuk citra lembaga sekaligus menurunkan kepercayaan masyarakat.
Redaksi: wan