Komnas HAM Pastikan Ada Pelanggaran HAM dalam Kematian Ojol Affan Kurniawan Dilindas Rantis Brimob - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Tranding Nasional

🎉 Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 — 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2025 🎉

More News

logoblog

Komnas HAM Pastikan Ada Pelanggaran HAM dalam Kematian Ojol Affan Kurniawan Dilindas Rantis Brimob

Tuesday, 2 September 2025

Jakarta, WartaGlobal.Id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memastikan adanya pelanggaran HAM dalam kasus tragis meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob Polda Metro Jaya. Kepastian itu disampaikan Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Saurlin P. Siagian, usai menghadiri gelar perkara di Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri pada Selasa, 2 September 2025.

“Yang pasti ada pelanggaran HAM, nanti kita buktikan seperti apa pelanggaran HAM-nya,” tegas Saurlin di pelataran Gedung Propam Mabes Polri. Ia menambahkan, Komnas HAM masih mendalami apakah pelanggaran tersebut dilakukan karena kelalaian atau justru mengandung unsur kesengajaan.

Gelar Perkara Hadirkan Pihak Eksternal

Gelar perkara yang berlangsung selama hampir empat jam di Divpropam Mabes Polri turut menghadirkan sejumlah pihak eksternal, termasuk Komnas HAM dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Dalam forum itu, tujuh anggota Brimob diperiksa karena berada di dalam rantis yang melindas Affan Kurniawan.

Menurut Saurlin, pemeriksaan internal Komnas HAM terhadap para personel Brimob juga telah dilakukan secara terpisah. Hasil dari pemeriksaan itu kini sedang dianalisis untuk memperkuat kesimpulan atas dugaan pelanggaran etik maupun pidana.

“Komnas HAM akan menilai secara menyeluruh apakah tindakan itu bisa dikategorikan pelanggaran HAM berat atau tidak. Yang jelas, korban kehilangan nyawa akibat tindakan aparat, dan itu harus dipertanggungjawabkan,” jelasnya.

Unsur Pidana dan Etik

Divpropam Polri sebelumnya menyatakan ada unsur pidana dalam kasus ini. Dua personel disebut paling bertanggung jawab: Komisaris Cosmas Kaju Gae sebagai komandan kendaraan, dan Brigadir Kepala Rohmat sebagai pengemudi rantis. Keduanya duduk di kursi depan saat insiden terjadi.

Selain itu, lima anggota lain yang duduk di kursi belakang, yakni Brigadir Satu Danang, Brigadir Dua Mardin, Bharaka Kepala Jana Edi, Bharaka Kepala Yohanes David, dan Ajun Inspektur Dua M Rohyani, diduga melakukan pelanggaran etik kategori sedang. Hukuman bagi mereka dapat berupa demosi atau mutasi, namun keputusan akhir tetap menunggu sidang etik.

Brigadir Jenderal Agus Wijayanto, Kepala Biro Pengawasan, Penyidikan, dan Pembinaan Profesi (Wabprof) Divpropam Polri, menegaskan bahwa hasil pemeriksaan akan segera dilimpahkan ke Bareskrim Polri untuk diproses hukum.

Tragedi di Tengah Aksi Demonstrasi

Kasus ini bermula dari aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR pada 28 Agustus 2025. Situasi ricuh meluas hingga ke sekitar Rusun Benhil II, Pejompongan, Jakarta. Dalam suasana kacau, rantis Brimob melaju dan melindas Affan Kurniawan yang saat itu berada di lokasi.

Rekaman video yang beredar menunjukkan rantis tetap melaju meski sudah menabrak korban. Beberapa demonstran berupaya menghentikan kendaraan tersebut namun gagal. Selain itu, aparat juga terlihat menembakkan gas air mata ke arah rusun, yang memperkeruh situasi.

Tragedi itu memicu kemarahan publik, khususnya di kalangan pengemudi ojek online yang menuntut keadilan. Organisasi masyarakat sipil juga mendesak agar kasus ini ditangani secara transparan dan tidak berhenti pada proses etik semata.

Komnas HAM Kawal Proses Hukum

Komnas HAM menegaskan akan terus mengawal proses hukum hingga tuntas. Saurlin menyebut, kasus ini bukan hanya persoalan pelanggaran etik di tubuh Polri, tetapi juga menyangkut hak asasi manusia yang paling fundamental, yakni hak hidup.

“Negara wajib memastikan peristiwa seperti ini tidak berulang. Aparat harus dilatih untuk mengedepankan prinsip proporsionalitas dan menghormati hak warga sipil dalam situasi apapun, termasuk saat menangani demonstrasi,” pungkas Saurlin.

Red Jakarta