
Hal-Sel, INVESTIGASI. – Dugaan praktik pemalsuan dokumen resmi kembali mencuat di lingkup pemerintahan Desa. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Bahu, Kecamatan Mandioli Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Ramli Lawai, yang diduga terlibat dalam pemalsuan Surat Keputusan (SK) BPD. Selasa, 09//09/2025.
Dokumen yang dipersoalkan adalah SK Nomor 239 Tahun 2023 tentang Badan Permusyawaratan Desa di 100 desa pada 20 kecamatan di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. SK tersebut kini dianggap bermasalah lantaran dinilai bertentangan dengan SK kolektif sebelumnya yang tertanggal tahun 2022.
Ironisnya, dalam SK Tahun 2022 yang diterbitkan pada masa kepemimpinan almarhum Bupati Halmahera Selatan, Usman Sidik, nama-nama anggota BPD Desa Bahu tidak tercantum. Namun, pada SK Tahun 2023, nama-nama anggota BPD Desa Bahu justru muncul, termasuk nama Ketua BPD, Ramli Lawai dan anggota lainnya.
Kecurigaan semakin menguat ketika diketahui bahwa SK Tahun 2023 tersebut baru diterima oleh Kepala Desa Bahu, Badar Abas, pada bulan Agustus 2025, atau dua tahun setelah dokumen itu seharusnya berlaku. Fakta ini dinilai tidak wajar, sebab dokumen resmi pemerintahan biasanya disampaikan secara langsung tidak lama setelah diterbitkan.
Sejumlah sumber masyarakat Desa Bahu yang enggan disebutkan namanya menilai adanya kejanggalan dalam proses tersebut. “Kalau SK tahun 2022 tidak mencantumkan nama BPD Bahu, lalu tiba-tiba tahun 2023 muncul dengan nama yang berbeda, patut dipertanyakan keabsahannya. Apalagi kalau baru sampai di tangan kepala desa tahun 2025, jelas ada yang tidak beres,” ujar sumber terpercaya.
Di sisi lain, Kepala Desa Bahu, Badar Abas, mengaku heran dengan penyerahan dokumen SK tersebut. Menurutnya, hal ini membuat pihak desa kesulitan menjalankan mekanisme koordinasi dengan BPD. “Kami baru menerima SK itu Agustus kemarin. Setelah, Inspektorat meminta Laporan Pertanggungjawaban insentif gaji dan BPD baru memberikan. Dengan munculnya SK baru ini, kami tentu butuh kejelasan, apakah dokumen tersebut sah atau tidak,” ungkapnya.
Dengan pemalsuan ini bukan perkara sederhana. Bila benar adanya, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum, mengingat SK BPD adalah dokumen legal yang menjadi dasar pengakuan formal keberadaan lembaga BPD di desa. Keabsahan SK sangat penting karena berhubungan langsung dengan kewenangan BPD dalam fungsi pengawasan, legislasi, dan penyaluran aspirasi masyarakat desa.
Praktisi hukum Halmahera Selatan, Ikmal Umsohy, SH, menilai kasus seperti ini bisa berdampak serius terhadap jalannya pemerintahan desa. “Kalau SK BPD dipalsukan, maka keputusan yang dihasilkan BPD otomatis cacat hukum. Hal itu bisa menggugurkan berbagai keputusan penting, termasuk yang menyangkut penggunaan Dana Desa dan peraturan desa,” jelasnya.
Hingga kini, pihak Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pemalsuan SK tersebut. Namun sejumlah pihak mendesak agar Inspektorat Daerah dan DPRD Halmahera Selatan segera turun tangan untuk melakukan investigasi mendalam.
Desakan ini muncul lantaran kasus serupa kerap kali terjadi dalam tata kelola pemerintahan desa, di mana dokumen resmi sering dipermainkan demi kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu. “Kalau tidak segera diusut, ini akan menjadi preseden buruk. Desa bisa kehilangan kepercayaan publik, dan roda pemerintahan terancam pincang,” tegas seorang aktivis muda Mandioli Selatan.
Di tengah polemik ini, masyarakat Desa Bahu berharap agar pemerintah daerah tidak tinggal diam. Mereka menilai kasus ini harus segera diluruskan, sebab BPD merupakan mitra strategis kepala desa dalam mengelola pembangunan desa. Tanpa legitimasi yang jelas, kerja sama antara kedua lembaga bisa terganggu dan ujungnya merugikan masyarakat sendiri.
Kini, semua mata tertuju pada Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, khususnya Bupati Hasan Ali Bassam Kasuba, yang tengah menjabat. Publik menunggu langkah konkret pemerintah daerah dalam menindaklanjuti dugaan pemalsuan SK ini. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemerintah desa dan kabupaten bisa kian luntur. (Red).