
Hasil investigasi di lapangan menemukan kejanggalan demi kejanggalan: kualitas material diragukan, metode pengerjaan tidak sesuai juknis, hingga indikasi mark up yang berpotensi menggerus miliaran rupiah uang negara. Lebih ironis lagi, Dinas PU Binjai memilih bungkam ketika dimintai klarifikasi, seakan-akan publik tidak berhak tahu ke mana miliaran rupiah dana APBD/APBN itu mengalir.
Kita tahu, praktik seperti ini bukan barang baru. Pola “proyek bancakan” dengan modus spesifikasi dipermainkan, volume dimanipulasi, dan laporan difiktifkan sudah terlalu sering terjadi. Hasilnya selalu sama: rakyat menanggung akibat, negara rugi, sementara segelintir orang berpesta pora dengan uang haram.
Dalam konteks hukum, indikasi ini sudah cukup menjadi alarm keras. Pasal 2 dan 3 UU Tipikor jelas menyatakan, setiap perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kewenangan, apalagi dalam proyek pemerintah, adalah tindak pidana korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Lantas, apa yang ditunggu? Apakah Kejaksaan Negeri dan Polres Binjai akan berani membuka tabir ini? Ataukah harus menunggu instruksi dari atas agar keberanian itu muncul?

Masyarakat Binjai berhak atas pembangunan yang jujur dan transparan. Dan ketika ada indikasi kuat proyek air bersih dikotori oleh praktik kotor, maka hanya ada satu kata: usut tuntas!
Jika tidak, Binjai akan tercatat dalam sejarah sebagai kota yang gagal menjaga hak dasar warganya—air bersih—karena dikhianati oleh mereka yang seharusnya mengabdi.
Redaksi: InvestigasiWartaGlobal.id
Editor: ZoelIdrus