Hal-Sel, INVESTIGASI. - Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Halmahera Selatan semakin memprihatinkan.(05/09/2025)
Pemerkosaan, pencabulan, dan persetubuhan anak dibawa umur hingga pelecehan seksual yang menimpa anak-anak terus terjadi, mencerminkan lemahnya perlindungan hukum dan ketidaksiapan Peran pemerintah daerah halmahera selatan dalam menjamin keamanan generasi muda atau pencegahan.
Dalam satu tahun terakhir, media lokal maupun nasional telah memberitakan banyak kasus serupa di berbagai kecamatan di Halsel.
Namun, ironisnya, Pemerintah daerah seakan akan terlihat seperti Pemadam Kebakaran dalam penanganan persoalan ini , hingga aparat penegak hukum dalam hal ini Polres halmaheta selatan terkesan diam terlihat sejumlah kasus tak ada kejalan status hukumNya .
Bahkan aparat penegak hukum dalam hal ini polres halmahera selatan sering kali bertindak setelah ada tekanan publik.
Praktisi hukum Safri Nyong, S.H. menilai hal ini sebagai bentuk penegakan hukum yang reaktif, bukan proaktif.
“Penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Halmahera Selatan sangat lamban dan cenderung reaktif. Aparat dan pemerintah terkesan menunggu desakan publik sebelum bertindak. Ini adalah bentuk kegagalan serius dalam perlindungan hukum,” ujar Safri Nyong.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah kasus pemerkosaan terhadap insial DD seorang anak perempuan yang hingga kini belum mendapatkan keadilan. Proses hukum kasus ini masih stagnan, sementara pelaku belum mendapatkan hukuman yang setimpal.
“Bagaimana kita bisa bicara soal negara hukum jika korban anak-anak dibiarkan bertahun-tahun tanpa kepastian hukum? Ini adalah penghinaan terhadap keadilan,” lanjut Safri.
Berdasarkan data dari berbagai media yang merelease kasus serupa, tercatat lebih dari 20 kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi sepanjang tahun 2024 hingga awal 2025 di Halsel. Namun, hanya sebagian kecil yang diproses hingga tuntas, sementara banyak kasus lain mandek di tingkat penyidikan atau dihentikan secara diam-diam.
Kritik keras pun dialamatkan kepada Pemerintah Daerah Halmahera Selatan dan aparat kepolisian, yang dinilai tidak memiliki strategi perlindungan yang jelas. Kurangnya edukasi dan pendampingan hukum bagi korban juga memperburuk situasi.
“Ini bukan sekadar persoalan hukum, tetapi juga tanggung jawab moral dan sosial. Anak-anak adalah korban, dan mereka tidak bisa memilih dilahirkan di sistem yang lalai. Yang bisa memilih adalah kita: menegakkan hukum atau membiarkan ketidakadilan terus berlanjut,” tegas Safri.
Sejumlah LSM, masyarakat sipil, dan lembaga perlindungan anak di Halsel mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penanganan kekerasan seksual terhadap anak. Mereka menuntut penguatan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di kepolisian serta pengesahan regulasi daerah yang lebih berpihak kepada korban.
pemerintah daerah tidak boleh tinggal diam. Ini bukan sekadar angka statistik, melainkan persoalan serius yang menyangkut masa depan anak-anak...
Draken/"
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment