Selasa 22 April 2025 — Dugaan praktik ilegal dalam distribusi pupuk bersubsidi mencuat di Desa Ulo, Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone. Tim investigasi media menemukan adanya pelanggaran nyata terhadap Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, dengan indikasi kuat adanya permainan harga oleh pihak pengecer dan kelompok tani.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 644/KPTS/SR.310/M/11/2024, HET untuk pupuk subsidi jenis Urea adalah Rp 2.250 per kilogram (Rp 112.500 per sak), dan NPK Phonska sebesar Rp 2.300 per kilogram (Rp 115.000 per sak). Namun, hasil penelusuran di lapangan menunjukkan fakta yang mencengangkan: pupuk-pupuk tersebut dijual dengan harga jauh melampaui batas yang ditetapkan.
Konfirmasi kepada Kelompok Tani “Tunas Muda” memperkuat dugaan tersebut. Pengurus kelompok mengakui menjual Urea Rp 130.000 dan Phonska Rp 135.000 per sak.
Menurut keterangan dari basri kelompok tani sama dengan harga kelompok tani Tunas muda mengambil pupuk bersubsidi di pengecer ahmad harga yang sama dan mengungkapkan ke awak media disuruh menghubungi koptan alias ketua kelompok tani dan menjabat juga sebagai Sekdes desa Hulo kecamatan tellu siattinge. harga pupuk Sekdes tau persis harga yang dikeluarkan oleh pengecer bernama ahmad.
Mereka berdalih harga tersebut berasal dari pengecer bernama Ahmad, yang disebut-sebut memiliki kaitan erat dengan mantan camat setempat. Anehnya, ketika diminta informasi kontak Ahmad untuk konfirmasi, pihak kelompok tani bernama basri menolak memberikan, menghambat proses peliputan yang sah secara hukum.
Penolakan ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 18 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum menghambat kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara hingga dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta.
Lebih mengejutkan lagi, Sekretaris Desa Ulo — yang juga merupakan ayah dari pengurus kelompok tani — justru menjustifikasi praktik tersebut dengan pernyataan mencengangkan: “Aturan bisa dibijaksanai selama tidak merusak.” Pernyataan ini jelas bertentangan dengan semangat transparansi dan akuntabilitas, serta membuka ruang lebar untuk penyimpangan distribusi subsidi negara.
Di lapangan, tim juga menemukan variasi harga mencurigakan, mencapai Rp 145.000 per sak, tergantung pada apakah pupuk diantar ke rumah atau tidak. Ketika dikonfirmasi, Ahmad selaku pengecer membantah menjual di atas HET dan menyebut adanya “biaya antar” sebesar Rp 10.000 dan kerja sama — sebuah dalih yang tak dapat diterima jika merujuk pada ketentuan resmi.
Pernyataan Sekretaris Desa Ulo yang menyatakan bahwa pengecer “dibekingi langsung oleh dirinya” semakin memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan dan permainan dalam distribusi pupuk subsidi.
Kami meminta aparat penegak hukum (APH) — Kepolisian dan Kejaksaan Negeri Bone — untuk segera turun tangan. Dugaan praktik kecurangan ini bukan hanya merugikan petani secara ekonomi, tapi juga mengancam keberhasilan program ketahanan pangan nasional yang selama ini dijunjung tinggi.
Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman, telah menegaskan bahwa pemerintah tidak akan segan mencabut izin pengecer yang ‘nakal’ dan menindak tegas segala bentuk penyimpangan dalam penyaluran pupuk subsidi.
* H K *.
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment