Taruna Poltekip Gugat Kepala BPSDM Kemenkumham, Dinilai Tak Profesional dalam Mengeluarkan Keputusan - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

TOP ADS

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

More News

logoblog

Taruna Poltekip Gugat Kepala BPSDM Kemenkumham, Dinilai Tak Profesional dalam Mengeluarkan Keputusan

Friday, 28 February 2025

Investigasi Warta Global.id - Bandung -
Kuasa hukum Taruna Utama Josia Alvino Pangaribuan dari Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) Kemenkumham, Dr. Maruba Sinaga, S.H., M.H., menyatakan bahwa keputusan pemberhentian dan putus studi kliennya dinilai tidak relevan, diskriminatif, serta mengabaikan hak asasi manusia (HAM). Hal ini diungkapkannya dalam konferensi pers di Bandung, Kamis (27/2/2025).

Keputusan pemberhentian tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum dan HAM Nomor SDM-10.SM.09.03 Tahun 2024, tertanggal 24 September 2024. Surat itu baru diterima ibu dari Taruna Josia Alvino Pangaribuan pada 22 Oktober 2024 melalui pesan WhatsApp, bukan melalui prosedur resmi.

Atas keputusan tersebut, Josia Alvino Pangaribuan melalui kuasa hukumnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada 20 September 2024 dengan Register Perkara Nomor: 177/G/2024/PTUN.BDG. Saat ini, proses hukum telah berjalan dan tinggal menunggu putusan majelis hakim.

Keputusan Dinyatakan Cacat Hukum

Dalam persidangan, saksi ahli Dr. Selamat Lumbangaol, S.H., M.Kn., yang merupakan dosen di Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, menegaskan bahwa keputusan pemberhentian tersebut melanggar beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, di antaranya:

1. Pelanggaran Tenggat Waktu – Pemberitahuan keputusan yang melewati batas 10 hari kerja sejak keputusan ditetapkan atau 15 hari kerja sejak keputusan menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat.


2. Pelanggaran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) – Keputusan dinilai tidak memiliki kepastian hukum karena penyampaian dilakukan melalui WhatsApp, bukan melalui jalur resmi.


3. Ketidakcermatan Pemerintah – Kepala BPSDM Kemenkumham dinilai tidak teliti karena laporan pengaduan yang menjadi dasar keputusan tidak diperiksa secara menyeluruh, dan tidak mempertimbangkan adanya perdamaian antara pelapor dan terlapor.



Diskriminatif dan Abaikan Restorative Justice

Lebih lanjut, saksi fakta dari pihak tergugat, Putranto Pri Hardoko, A.Md.I.P., S.H., yang merupakan Ketua Tim Pemeriksa sekaligus Kasubag Ketarunaan, mengakui bahwa pelapor Manuela Violina Sibagariang tidak pernah diperiksa dalam sidang pemeriksaan di Poltekip. Selain itu, meskipun sudah ada perdamaian resmi antara pelapor dan Josia Alvino Pangaribuan sejak 13 Agustus 2024, pihak Poltekip tetap melanjutkan proses yang berujung pada pemberhentian.

Dalam kasus ini, restorative justice yang selama ini digaungkan pemerintah justru diabaikan oleh Poltekip. Bahkan, dalam persidangan, saksi fakta dari tergugat, Lingga Adi Setiawan, S.Tr.Pas., mengakui adanya dugaan rekayasa dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), termasuk pemalsuan tanda tangan dan tindakan kekerasan fisik terhadap penggugat.

Gugatan: Minta Keputusan Dicabut dan Rehabilitasi Nama Baik

Kuasa hukum Josia Alvino Pangaribuan meminta agar majelis hakim PTUN Bandung menyatakan keputusan pemberhentian tersebut batal atau tidak sah, serta mewajibkan Kepala BPSDM Kemenkumham mencabut keputusan tersebut. Selain itu, mereka juga meminta agar Josia dikembalikan ke status semula sebagai taruna Poltekip.

Dr. Maruba Sinaga menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya administratif, termasuk menyurati Direktur Poltekip, Kepala BPSDM Kemenkumham, hingga Menteri Hukum dan HAM. Namun, tidak ada tanggapan yang memadai, sehingga jalur hukum menjadi pilihan terakhir.

"Kami hanya memohon agar majelis hakim melihat perkara ini secara objektif dan mempertimbangkan asas kemanfaatan hukum. Kami berharap keadilan dapat ditegakkan dan hak pendidikan Josia Alvino Pangaribuan dipulihkan," ujar Dr. Maruba Sinaga.

Putusan sidang PTUN Bandung atas gugatan ini dijadwalkan akan dibacakan pada 20 Februari 2025. Pihak penggugat berharap putusan berpihak pada keadilan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam dunia pendidikan.

KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment