Kasus Dugaan Penjualan Tanah Negara di Salonsa Utama Seluas 33 Ha, "Markibo" Kades Sudah Klarifikasi - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

TOP ADS

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

More News

logoblog

Kasus Dugaan Penjualan Tanah Negara di Salonsa Utama Seluas 33 Ha, "Markibo" Kades Sudah Klarifikasi

Saturday, 3 February 2024
INVESTIGASI, Sulawesi Tengah, Morowali- Kasus Dugaan Penjualan tanah negara atau tanah Areal Penggunaan Lain ( APL) yang dilakukan oleh pemerintah Desa Salonsa utama Kecamatan Witaponda Kabupaten Morowali ke PT. Kurnia Degess Raptama ( PT. KDR) seluas 16 Hektar Mari Kita Bongkar (Markibo) 

"Pemerintah Desa Salonsa melakukan dua kali penjualan tanah negara yang dilakukan oleh oknum beberapa orang di pemerintahan desa salonsa termasuk oknum kepala desa (kades), tidak mungkin jadi apa-apa iitu kalau tidak ada keterlibatannya disitu, dan terkait penjualan tanah itu sudah terjadi transaksi,"Kata Sarto Sabtu (3/2/2024) 

Sarto mengakui, memang ada yang mereka bagikan ke masyarakat, tapi tidak pernah di musyawarhkan dan dirapatkan atau terbuka dengan masyarakat sini. Mereka pemerintah Desa diam-diam memutuskan secara sepihak saja,"Ucap 

Sarto mengukapkan PT. KDR yang membeli tanah itu tidak pernah ada sosialisasi dengan masyarakat. Hanya mereka- mereka saja dengan BPD dengan  kepala desa, karena biasanya mereka rapat dan sosialisasikan di Kecamatan atau didaerah Morowali Utara. Apakah kita masyarakat disini tidak di Anggap. Padahal kita masyarakat lingkar tambang ini. Saya lihat ini sudah keterlaluan,"Geram Sarto

Sebenarnya masalah kejadian pelanggaran hukum dan aturan ini sudah banyak mereka lakukan dan itu sudah kami laporkan pada 8 Desember Tahun 2023 di polres Morowali terkait dugaan kasus penjual tanah negara, APL,"Bebernya.

Awalnya ada tanah APL di Desa Salonsa utama sini, pertama mereka jual tahun 2022 sama pemilik modal atas nama D, sementara tanah negara yang dia beli. Sebenarnya tanah desa sebagian yang dia beli itu. Tapi mereka jual dengan mereka buat suratnya. 

"Mereka jual mentah begitu saja, bukan diolah dulu. Oknum-oknum pemerintah Desa yang menikmati hasil penjualan itu, tidak ada yang tersentuh kepada masyarakat, hanya beberapa orang saja. Makanya kami ini heran juga. Apapu, nformasi di desa itu hanya mereka saja, kami tidak pernah tau,"Jelas Sarto yang sudah melaporkan pihak pemerintah desa salonsa utama ini. 

Menurut Sarto sendiri, BPD sini yang selalu kami harapkan selaku penyambung lidah dari pada masyarakat gak bisa berbuat juga, karena mereka biasanya Berkalaborasi, cuma kerja sama untuk kepentingan mereka. 

Kita serba salah Masyarakat ini mau melapor mau mengadu dibilang jalan tidak betul bagi penilaian mereka. Kita juga mengadu ke penegak hukum mungkin karena kita orang biasa, dianggap masyarakat biasa. Sarto merasa, macam keadilan itu susah mau kita dapatkan sekarang, masa kami masyarakat disini ditindas terus dan di bodoh- bodohin terus,"Terangnya.

"Bicara soal laporan kami sementara proses tapi mungkin butuh waktu lama barangkali, karena memang proses persoalan tanah itu kalau saya perhatikan agak lama penanganannya, tahapanya ini masih proses penyelidikan mungkin. Kemarin dari pihak terlapor atas nama pemerintah desa  Salonsa utama sudah dipanggil juga,"Jelasnya.

Masih kata Sarto, alasan pemerintah Desa Salonsa utama disini sudah di bagi-bagi uangnya. dan menurut Sarto memang dibagi. Tapi apakah secara aturan mereka itu dibenarkan menjual tanah yang bukan mereka punya. 

Sarto menilai, kalau di aturan hukum pidana sudah jelas menjual tanah bukan miliknya, sudah jelas itu pidananya. Kami punya laporan ini ada di Tipikor karena ada dugaan penggelapan. 

Sambungnya, saya ini berjjuang bukan untuk kepentingan pribadi untuk kepentingan kebaikan desa juga, supaya bagus pengaturannya. Sekarang kami ini sudah terkotak-kotak, kalau ada rapat hanya orang-orang mereka yang di panggil. Apakah kami ini bukan masyarakat disini, bukan warga disini seharusnya merangkul semua golongan dan masyarakat yang ada, bukan mengelompokan orang,"Tuturnya.

Sarto menguraikan, total lahan yang mereka jual seluas 33 Ha dan tanah negara semua itu APL, yang mereka jual di PT. KDR sekitar 16 Ha. Dan yang mereka jual ke oknum penadah disini sekitar 17 Ha, itu yang beli penadah disini. 

Tambahnya, suratnya hanya bermodalkan dibikin diatas meja. Kalau secara aturan harus dulu mereka buka dan kelolah lahanya baru diturunkan statusnya, baru kemudian bikin sertifikat tapi itu dijual mentah, masih hutan itu tanah negara, tanah APL statusnya. 

Diakhir penjelasan Sarto menerangkan bahwa, kalau PT. KDR dia beli kejadiannya tahun 2023, kalau penadahnya dia beli tahun 2022,"Tutup.

"Tempat terpisah Kepala Desa Salonsa Utama, Sadam menjelaskan secara singkat bahwa kalau soal dugaan laporan masyarakat itu sudah saya klarifikasi waktu kami dipanggil di Polres,"Tutup
(Yohanes) 

KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment