
Hal-Sel, INVESTASI. - Peredaran sianida ilegal di tambang emas Desa Kusubibi, Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan (Hal-Sel) kembali menyita perhatian publik. Aktivitas tambang tanpa Wilayah Pencadangan Ruang (WPR) itu tetap berjalan meski berulang kali ditertibkan, menimbulkan dugaan kuat adanya pembiaran aparat atau bahkan unsur kesengajaan dalam menjaga kelangsungan operasi ilegal tersebut. Sabtu, 06/12/2025.
Penyerahan data investigasi ke dua lembaga internasional, Greenpeace dan PPASDA, menjadi titik penting. Keduanya menyatakan siap melakukan kolaborasi pencegahan karena persoalan Kusubibi dinilai telah masuk fase kritis bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi indikasi keterlibatan oknum aparat yang memungkinkan tambang tetap beroperasi.
Tekanan dari organisasi dan lembaga lokal semakin keras. Mereka mendesak Polres Hal-Sel segera menangkap dua pemasok utama sianida, Sherly dan Hi. Haidir. Sejak 2022 keduanya diduga memasok bahan beracun ke tambang tanpa izin lingkungan dan tanpa standar keselamatan, melanggar UU No. 32/2009 dan PP No. 74/2001 terkait pengelolaan B3. Sherly disebut menjadi pengendali utama operasi, sementara Haidir yang diketahui menggunakan identitas wartawan mengatur suplai sianida ke berbagai titik penambangan.
Jaringan yang terlibat tidak berhenti pada dua nama itu. Hi. Komar, Sudin, dan CV. Surya Semesta Sakti turut diduga menjadi bagian pemasok, termasuk penguasaan 19 ton atau 285 kaleng sianida ilegal. Jejak distribusi ini dikaitkan dengan PT Inti Kemilau Alam tanpa kemitraan resmi. Penertiban oleh Polsek Bacan Barat pada November 2025 hanya menghentikan aktivitas sesaat; police line diabaikan, dan tambang kembali beroperasi meski Kapolda Malut telah memerintahkan penutupan sementara.

Dampaknya semakin memprihatinkan. Longsor pada 22 April 2025 menewaskan dua pekerja, sementara keracunan yang dialami Ato dan Rudin menunjukkan ancaman nyata dari penggunaan sianida. Limbah yang mengalir ke sungai dan pesisir Kusubibi memicu protes warga yang khawatir ruang hidup mereka rusak permanen.
Investigasi Jurnalis Warta Global menilai lambannya penindakan berkaitan dengan dugaan jatah bulanan kepada oknum aparat. Kritik juga diarahkan kepada Pemkab Halsel di bawah Bupati Hasan Ali Basam Kasuba yang dinilai belum menunjukkan langkah tegas di tengah meningkatnya risiko keselamatan dan kerusakan lingkungan.
Kasus ini kini naik ke tingkat nasional. Laporan telah masuk ke DPR dan sinyal respons positif muncul dari lingkungan Sekretariat Negara. Eskalasi ini menunjukkan persoalan Kusubibi tidak lagi dianggap sebagai isu lokal, tetapi sebagai persoalan serius yang melibatkan berlapis-lapis aktor berpengaruh.
“Semakin banyak fakta yang muncul, semakin jelas bahwa penegakan hukum tidak boleh berhenti di level bawah. Jaringan pemasok harus diputus, dan aparat yang terlibat wajib diperiksa,” ujar salah satu perwakilan organisasi lokal yang menyerahkan laporan tersebut.
Kapita/*


.jpg)