Menkumham Supratman Terbitkan SK Kepengurusan dan Lambang Baru PSI, Sebut Bagian dari Transformasi Pelayanan Publik. - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Tranding Nasional

🎉 Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 — 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2025 🎉

More News

logoblog

Menkumham Supratman Terbitkan SK Kepengurusan dan Lambang Baru PSI, Sebut Bagian dari Transformasi Pelayanan Publik.

Saturday, 11 October 2025

Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, S.H., menegaskan bahwa masalah ini harus dilihat dari sisi hukum dan tata kelola perusahaan.

Kubu Raya, WartaGlobal.Id – Pembangunan Hotel Four Points by Sheraton di Jalan Ahmad Yani, Kabupaten Kubu Raya, kembali menuai sorotan publik. Di balik kemegahan proyek yang disebut-sebut sebagai hotel termegah di Kubu Raya ini, muncul dugaan keterlambatan pembayaran terhadap sejumlah pedagang lokal yang menjadi pemasok bahan bangunan.

Pengamat Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, S.H., menilai persoalan tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia menegaskan bahwa masalah ini harus dilihat dari sisi hukum dan tata kelola perusahaan, mengingat kontraktor utama proyek, PT Adhi Persada Gedung (APG), merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

“Yang menarik dari proyek Hotel Four Points ini adalah keterlibatan pedagang lokal dalam penyediaan material. Namun yang menyedihkan, hingga kini para pedagang tersebut belum menerima pembayaran dari PT Adhi Persada Gedung selaku kontraktor utama,” ujar Herman di Pontianak, Jumat (10/10).

Ia menjelaskan, secara hukum, hubungan kerja dalam proyek konstruksi diatur melalui asas Privity of Contract—asas yang menegaskan bahwa perjanjian hanya mengikat pihak-pihak yang membuatnya. Dengan demikian, pihak hotel tidak memiliki hubungan kontraktual langsung dengan para pedagang penyedia material, karena perjanjian dilakukan antara pihak hotel dengan PT APG.

“Hotel Four Points hanya terikat secara hukum dengan PT APG, sementara para pedagang berhubungan dengan PT APG sebagai subkontraktor. Maka tanggung jawab pembayaran sepenuhnya berada di tangan PT APG, bukan pihak hotel,” jelas Herman.

Lebih lanjut, ia mengutip Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, khususnya Pasal 55, yang mewajibkan kontraktor pelaksana memiliki kemampuan membayar pihak ketiga atau subkontraktor. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka tindakan itu termasuk wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Dr. Herman juga menilai bahwa sikap PT APG sebagai anak perusahaan BUMN yang tidak memenuhi kewajiban terhadap mitra lokal berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, khususnya Pasal 74, yang menegaskan kewajiban BUMN untuk menjaga tanggung jawab sosial dan ekonomi terhadap mitra usaha.

“Perbuatan PT APG sebagai entitas BUMN sungguh tidak dapat dibenarkan. Mereka seharusnya menunjukkan pengelolaan yang profesional serta menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten,” tegasnya.

Menurut Herman, kasus ini tidak hanya merugikan para pedagang, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap kredibilitas BUMN dalam mengelola aset negara.

“BUMN wajib menegakkan tata kelola perusahaan yang baik, bukan semata karena tuntutan etika bisnis, tetapi karena itu adalah mandat regulasi. Jika anak perusahaan BUMN tidak menghormati kewajibannya kepada mitra lokal, hal tersebut sangat memalukan dan bertentangan dengan semangat pembangunan ekonomi berkeadilan,” pungkas Dr. Herman Hofi Munawar, S.H.

(Sumber: Dr. Herman Hofi Munawar, S.H.)