Investigasi MALUt, Halmahera Selatan - Citra institusi kepolisian kembali tercoreng. Seorang oknum anggota Polsek Bacan Timur, Halmahera Selatan, berinisial S, diduga kuat menghamili seorang perempuan berinisial F, warga Desa Babang. Kasus ini memicu amarah publik dan menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen kepolisian menjaga kehormatan dan integritas.
Kronologi Kasus
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, hubungan antara korban dan oknum polisi S telah berlangsung cukup lama. Pada Maret lalu, keduanya diduga berhubungan layaknya suami istri. Dua bulan berselang, pada Mei, korban dinyatakan positif hamil setelah melakukan tes kehamilan. Fakta tersebut dikuatkan dengan hasil pemeriksaan USG RSUD Marabose, yang menunjukkan usia kandungan telah mencapai empat bulan.
Namun alih-alih bertanggung jawab, S justru menunjukkan sikap yang dianggap meremehkan. Ia mengakui pernah berhubungan dengan korban, tetapi berkelit dengan alasan “masalah rumah tangga” lantaran istrinya marah-marah.
“Memang pernah kita tidur deng dia, kalau menurut hitungan ya sesuai, saya juga akui. Cuma jangan dia baribut terus, biar kita atur baik-baik. Masalahnya istri saya marah-marah,” ucap S saat dikonfirmasi wartawan.
Suara Korban
Korban F menyebut hubungan dengan S awalnya berjalan baik. Namun setelah dirinya dinyatakan hamil, sikap S berubah drastis. Ia mulai menjauh, bahkan sempat menyangkal bahwa bayi yang dikandung F adalah anaknya.
“Dia bilang bisa saja bayi ini bukan anaknya. Padahal sebelumnya dia baik, tapi setelah saya hamil dia langsung menjauh,” tutur F dengan nada lirih.
Tekanan semakin berat dialami F karena istri sah pelaku ikut mendesaknya untuk melupakan pernikahan siri yang pernah dijanjikan S. Kondisi ini membuat korban tertekan secara psikologis.
Respon Kepolisian
Kapolsek Bacan Timur membenarkan bahwa pihaknya telah melakukan mediasi. Namun, upaya tersebut gagal mencapai titik temu.
“Kami sudah ada upaya untuk dilakukan mediasi antara pelaku Sahbudin dengan perempuan, namun tidak ada titik temu dari masalah tersebut,” jelas Kapolsek.
Sementara itu, anggota Propam Polres Halmahera Selatan menyarankan agar korban langsung melapor ke Divisi Propam untuk mendapatkan penanganan resmi dan transparan.
Kecaman Praktisi Hukum
Praktisi hukum, Yeri Kakanok, S.H., mengecam keras tindakan S. Ia menilai ada dua pelanggaran serius dalam kasus ini: pelanggaran pidana (Pasal 284 KUHP tentang perzinaan) dan pelanggaran kode etik Polri.
“Perbuatan ini bukan sekadar urusan pribadi. Ada aspek pidana dan pelanggaran etik yang harus ditindak tegas. Jika dibiarkan, kepercayaan masyarakat terhadap Polri akan semakin runtuh,” tegas Yeri. Ia bahkan mendesak agar pelaku dijatuhi sanksi berat hingga PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat).
Pandangan dan Tuntutan Publik
Kasus ini telah menjadi sorotan publik Halmahera Selatan. Masyarakat menilai skandal tersebut bukan hanya mencederai korban, tetapi juga menghancurkan wibawa institusi Polri.
Desakan pun menguat agar Kapolres Halmahera Selatan dan Propam Polda Maluku Utara turun tangan langsung, memastikan penanganan dilakukan secara transparan, tegas, dan tanpa tebang pilih.
Dasar Hukum yang Relevan
-
Pasal 284 KUHP: Perzinaan merupakan tindak pidana.
-
Kode Etik Polri (Perkap 14/2011): Melarang perbuatan tercela yang merusak citra institusi.
-
PP Nomor 1 Tahun 2003: Pelanggaran berat dapat berujung pada PTDH.
Kesimpulan
Kasus ini telah menempatkan Polsek Bacan Timur dan Polres Halmahera Selatan dalam sorotan tajam publik. Jika dibiarkan berlarut tanpa kepastian hukum, yang tercoreng bukan hanya nama oknum, tetapi juga kehormatan seluruh institusi Polri. Diam berarti mengkhianati sumpah dan amanah rakyat.
Korban sendiri berencana melaporkan kasus ini hingga ke Mabes Polri melalui call center 110 atau WhatsApp pengaduan Divisi Humas Polri di 0896-8233-3678, dengan membawa bukti-bukti yang telah dikumpulkan. Publik kini menanti: apakah kepolisian berani menegakkan keadilan, atau kembali membiarkan skandal ini menguap tanpa kepastian?
Red/Yus