Safri Nyong Nilai Pelantikan Empat Kades oleh Bupati Hal-Sel Cacat Hukum - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Tranding Nasional

🎉 Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 — 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2025 🎉

More News

logoblog

Safri Nyong Nilai Pelantikan Empat Kades oleh Bupati Hal-Sel Cacat Hukum

Tuesday, 26 August 2025


HAL-SEL, INVESTIGASI. – Keputusan Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba, yang kembali melantik empat kepala desa hasil Pilkades 2023 meski sebelumnya SK mereka dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon, menuai sorotan tajam. Praktisi hukum Safri Nyong, S.H., menilai langkah tersebut cacat hukum dan tidak dapat dibenarkan secara yuridis.

Empat kepala desa yang dimaksud yakni Umar La Suma (Kepala Desa Gandasuli, Kecamatan Bacan Selatan), Amrul Ms. Manila (Kepala Desa Goro-goro, Kecamatan Bacan Timur), Arti Loyang, S.Pd. (Kepala Desa Loleongusu, Kecamatan Mandioli Utara), serta Melkias Katiandago (Kepala Desa Kuo, Kecamatan Gane Timur Selatan).

Safri menegaskan, masing-masing putusan PTUN Ambon yang amarnya membatalkan SK pengangkatan keempat kepala desa tersebut sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dan mengikat semua pihak. Oleh karena itu, tindakan Bupati Hal-Sel yang kembali menerbitkan SK baru bagi mereka jelas bertentangan dengan prinsip hukum tata usaha negara.

“Seluruh peristiwa hukum terkait proses Pilkades serentak tahun 2023 yang dijadikan dasar pengangkatan empat kepala desa tersebut sudah diuji secara hukum, baik dari aspek prosedural maupun substansi. PTUN telah menilai dan menyatakan bahwa SK awal bertentangan dengan peraturan perundang-undangan serta asas-asas umum pemerintahan yang baik. Maka, konsekuensinya Bupati harus melaksanakan putusan itu, bukan malah memutarnya,” ujar Safri saat fitemuai awak media, Selasa (26/8).

Menurutnya, konsekuensi yuridis dari dibatalkannya SK keempat kades itu adalah pengangkatan para penggugat dalam perkara masing-masing sebagai kepala desa yang sah, atau alternatif lain dengan melakukan Pilkades ulang sesuai aturan. Pilihan tersebut yang seharusnya diambil Bupati Halsel, bukan menghidupkan kembali SK yang telah dinyatakan cacat hukum.“Penerbitan SK baru yang tetap mendasarkan diri pada hasil Pilkades 2023 sama saja dengan mengabaikan putusan pengadilan. Ini bisa dikategorikan sebagai pengangkangan terhadap hukum yang berlaku,” tegas Safri.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa putusan PTUN yang sudah inkracht memiliki kekuatan hukum yang sama dengan peraturan perundang-undangan. Putusan tersebut bersifat mengikat secara umum (erga omnes), sehingga wajib ditaati oleh semua pihak, termasuk kepala daerah. Karena itu, tidak ada dasar hukum bagi Bupati untuk menerbitkan keputusan baru yang sejatinya hanya mengulang kesalahan lama.“Kalau SK sebelumnya sudah dibatalkan, maka tidak bisa lagi diterbitkan SK baru untuk posisi yang sama dengan dasar yang sama. Itu tindakan berisiko tinggi dan berpotensi menimbulkan masalah hukum baru,” tambahnya.

Safri menilai, seharusnya Pemkab Hal-Sel lebih mengedepankan kepatuhan hukum agar tidak mencederai prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Sebab, jika kepala daerah sendiri mengabaikan putusan pengadilan, maka hal itu akan menimbulkan preseden buruk dan mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.“Prinsip negara hukum itu jelas: setiap keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap harus dilaksanakan tanpa terkecuali. Kalau pemerintah daerah justru melanggar, apa yang bisa diharapkan rakyat?” pungkasnya.

Redaksi: Wan