Oleh : Warta Global Indonesia
"Independensi wartawan bukan sekadar prinsip, melainkan nyawa dari kepercayaan publik."
INVESTIGASi NASIONAL - Fenomena wartawan yang merangkap jabatan dalam lembaga - baik lembaga pemerintah, partai politik, organisasi kemasyarakatan hingga lembaga usaha-kian hari makin menjamur. Di permukaan mungkin terlihat biasa, namun jika ditelaah lebih dalam, praktik ini menyimpan bahaya laten terhadap integritas dan kepercayaan publik terhadap media.
Ketika Pena Berpihak
Seorang jurnalis seharusnya memegang prinsip dasar: independensi, netralitas, dan kejujuran. Namun bagaimana jadinya jika ia juga menjadi pengurus partai, LSM, atau bahkan menjabat dalam struktur pemerintah? Maka pertanyaan besarnya adalah: untuk siapa ia bekerja? Untuk publik, atau untuk lembaga tempat ia duduk?
Kode Etik Jurnalistik Indonesia Pasal 1 tegas menyebutkan:
“Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.”
Tapi prinsip itu menjadi ilusi ketika wartawan terlibat langsung dalam struktur yang memiliki kepentingan politis maupun ekonomi. Bagaimana mungkin sebuah media bisa dipercaya, jika jurnalisnya juga bagian dari lembaga yang sedang diberitakannya?
Dewan Pers Sudah Berulang Kali Mengingatkan
Dalam berbagai kesempatan, Dewan Pers menegaskan bahwa:
“Wartawan yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, pengurus partai, atau memiliki kepentingan langsung terhadap berita, sebaiknya mengundurkan diri atau nonaktif dari dunia jurnalistik.”
Mengapa? Karena kehadiran jurnalis bukan untuk menjadi alat propaganda atau corong lembaga, tapi sebagai pengawas kekuasaan - watchdog, bukan lapdog.
Masyarakat Kini Semakin Kritis
Di era digital, publik memiliki daya kritis yang tinggi. Ketika sebuah media terlihat "bermain dua kaki", maka kredibilitasnya langsung jatuh. Jurnalisme bukan sekadar profesi, tetapi amanah moral. Maka publik layak bertanya: apakah berita yang kami baca murni berdasarkan fakta, atau sekadar framing demi kepentingan lembaga tertentu?
Dua Pilihan: Wartawan atau Aktivis Lembaga
Menjadi jurnalis dan aktivis lembaga dalam waktu bersamaan adalah dua jalan yang berbeda arah. Jika ingin fokus di lembaga, maka tinggalkan ruang redaksi. Tapi jika memilih jalan jurnalistik, maka lepaskan atribut kelembagaan.
Karena pada akhirnya, sejarah akan mencatat: siapa yang menjaga kejujuran dan siapa yang menggadaikannya demi kekuasaan atau kedekatan struktural.
Catatan Redaksi
Media massa bukan tempat bagi mereka yang punya dua wajah. Kami, di Warta Global dan Seluruh Grup GLOBAL NETWORK, berkomitmen menjaga kemurnian profesi ini. Bukan untuk menyenangkan semua pihak, tapi untuk menyuarakan kebenaran.
Merdeka Indonesia, Merdeka Negri Ku, Merdeka JURNALIS Indonesia
DIRGAHAYU Republik Indonesia Yang Ke 80 Tahun
Ayo Kawal Demokrasi Kita Pilar Kelima Negeri Ini.
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment