
INVESTIGASI — Praktisi hukum Bambang Joisangadji S.H, menyoroti serius dugaan keterlibatan tiga anggota Polsek Obi dalam upaya mediasi kasus pemerkosaan terhadap seorang siswi SMK Teknologi di Kecamatan Obi, Halmahera Selatan. Ia menilai tindakan tersebut bukan sekadar pelanggaran kode etik, tetapi telah masuk ranah pidana karena berpotensi menghalangi proses penegakan hukum, apalagi jika sampai pelaku tidak ditemukan.
“Kalau benar ada upaya mendamaikan perkara pidana berat seperti ini, itu bisa dikategorikan obstruction of justice. Aparat penegak hukum tidak boleh jadi fasilitator perdamaian untuk kejahatan berat, apalagi menyangkut kekerasan seksual terhadap anak,” ujar Bambang saat dihubungi, Kamis, 10 Juli 2025.
Menurut Bambang, kehadiran tiga anggota Polsek Rahman, Juned, dan Riki dalam ruang mediasi bersama keluarga pelaku dan ayah korban harus ditindaklanjuti oleh Divisi Propam dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara. Pemeriksaan etik, kata dia, tidak cukup bila tidak dibarengi proses pidana.
“Harus ada penyelidikan etik dan pidana. Jika terbukti ada niat atau tindakan menghalangi penegakan hukum, mereka bisa dijerat Pasal 221 KUHP,” tegasnya.
Pasal tersebut mengatur sanksi pidana terhadap pihak yang menyembunyikan pelaku kejahatan atau menghalangi penyidikan. Pasal 221 ayat (1) KUHP menyebut: “Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan seseorang yang melakukan kejahatan atau membantu melarikan diri untuk menghindari penyelidikan, dapat dipidana hingga sembilan bulan.” Sedangkan ayat (2) memperberat ancaman jika dilakukan oleh pejabat atau aparat negara.
“Ini bukan pelanggaran ringan. Ini bisa menjadi delik pidana aktif karena ada dugaan penggunaan wewenang untuk menyelesaikan perkara di luar jalur hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, ayah korban, Nasri Ode Sinta, mengungkap bahwa dirinya diundang ke kantor Polsek Obi pada 14 Juni lalu oleh anggota polisi bernama Juned. Di sana, ia mendapati sejumlah anggota Polsek termasuk Rahman dan Riki serta keluarga pelaku yang mengusulkan agar kasus diselesaikan secara kekeluargaan.
Nasri menolak keras upaya damai tersebut. Ia menegaskan keluarga besar korban sepakat agar proses hukum berjalan hingga pengadilan. “Anak saya diperkosa enam orang. Ini bukan perkara keluarga. Kami tidak akan menerima penyelesaian di luar hukum,” kata Nasri.
Bambang menilai klarifikasi dari salah satu anggota polisi yang menyebut pertemuan itu hanya berlangsung singkat, tidak mengubah substansi dugaan pelanggaran. “Tanggal bisa berbeda, tapi substansi tidak berubah. Jika ada anggota polisi yang hadir dan memfasilitasi mediasi dalam kasus kekerasan seksual terhadap anak, itu pelanggaran serius dan bisa menjadi tindak pidana,” ujarnya.
Ia mendesak Polda Maluku Utara bertindak tegas, tidak hanya terhadap pelaku utama, tetapi juga terhadap aparat yang diduga mencoba melemahkan proses hukum. “Penegakan hukum bukan cuma soal menjebloskan pelaku ke penjara, tapi juga menjaga prosesnya bersih dari intervensi,” pungkas Bambang.
Reporter : Faldi Usman
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment