Kepala Sekolah Dilaporkan Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik di Whatsapp - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

TOP ADS

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

More News

logoblog

Kepala Sekolah Dilaporkan Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik di Whatsapp

Saturday, 26 July 2025
Bone, investigasi warta global.id. Sulsel.
Sabtu 26 Juli 2025 — Sebuah unggahan yang beredar di grup WhatsApp “Karebanna Bone” memicu perhatian publik. Dalam unggahan tersebut, tampak foto seorang pria berbaju garis-garis tengah duduk di sebuah ruangan. Foto itu disertai narasi yang menuduh pria tersebut sebagai oknum wartawan pelaku pemerasan. Dugaan tersebut pertama kali disebarkan oleh akun atas nama Syahruddin, tanpa disertai bukti dan tanpa konfirmasi dari pihak yang dituduh.



Hasil penelusuran redaksi menyebutkan bahwa Syahruddin merupakan Kepala Sekolah SMPN Satap 5 Sibulue. Atas unggahan tersebut,



Kaperwil Sulsel (Kepala Perwakilan Wilayah Sulawesi Selatan) telah melaporkan Syahruddin ke pihak berwajib atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi bohong yang berpotensi mencemarkan profesi kewartawanan.

Tuduhan Tanpa Dasar, Diduga Langgar UU ITE dan UU Pers

Unggahan tersebut tidak memuat bukti valid, tidak melalui proses konfirmasi, dan dilakukan tanpa hak. Tindakan ini berpotensi melanggar hukum, khususnya:

Pasal 27 ayat (3) UU ITE No. 19 Tahun 2016 "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik yang mengandung muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dapat dipidana hingga 4 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp750 juta."

UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 5 ayat (1): Pers wajib memberitakan secara faktual dan berimbang.
Pasal 1 ayat (11): Hak jawab wajib diberikan kepada pihak yang dirugikan.



Tim investigasi redaksi menghubungi Jasmir, Kepala Sekolah SMPN 1 Lappariaja, yang disebut-sebut dalam narasi tersebut. Ia membantah adanya pemerasan.
“Itu tidak benar. Oknum wartawan atas nama H. Syarkawi tidak pernah meminta uang Rp2 juta kepada kami. Foto itu saya kirim ke teman, tapi bukan saya yang membuat narasi tersebut. Yang memotret adalah staf kami, H. Syarkawi, dan ia mengambil gambar tanpa izin terlebih dahulu,” ujar Jasmir.

Pakar hukum komunikasi menyatakan bahwa menyebarkan foto disertai tuduhan tanpa konfirmasi adalah bentuk pembunuhan karakter dan pelanggaran etika.
“Memotret secara diam-diam lalu menyebarkan dengan narasi tuduhan tanpa dasar bisa diganjar pidana. Ini bukan sekadar pelanggaran etika, tapi juga pelanggaran hukum,” ujarnya.
Tindakan ini tidak hanya mencoreng nama individu, tetapi juga merusak citra profesi wartawan secara umum.



Redaksi menyerukan kepada dinas terkait agar mengambil tindakan tegas terhadap Syahruddin, yang dinilai telah menyalahgunakan media sosial dan jabatannya sebagai kepala sekolah. Jika terbukti bersalah, pemecatan menjadi langkah etis untuk menjaga nama baik institusi pendidikan.



Redaksi juga mendesak aparat penegak hukum untuk tidak abai terhadap kasus ini. Penindakan terhadap penyebar informasi palsu tanpa verifikasi sangat penting untuk menegakkan hukum dan menjaga etika di ruang digital.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari:
Syahruddin (Kepala SMPN Satap 5 Sibulue),
Jasmir (pengirim foto),
dan pihak-pihak lain yang terlibat.
Redaksi membuka ruang klarifikasi secara terbuka dan menghimbau agar Syahruddin menyampaikan permintaan maaf secara publik. Jika tidak, pihak yang dirugikan berhak menempuh jalur hukum untuk memulihkan nama baik.

Catatan Redaksi: Jurnalisme menuntut tanggung jawab, verifikasi, dan keberimbangan. Wartawan bukan kebal hukum, dan siapa pun yang menyebarkan informasi menyesatkan tanpa dasar harus siap menghadapi konsekuensi hukum. Ruang digital bukan wilayah bebas etika.
*Tim Redaksi *

KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment