
INVESTIGASI — Labuha 22 Juli 2025, Kepala Desa Toin, Kecamatan Botang Lomang, Kabupaten Halmahera Selatan, Fahmi Taher, angkat bicara terkait laporan dugaan pengancaman dengan senjata tajam (parang) yang menyeret namanya ke ranah hukum. Kepada wartaglobal.id, Fahmi membantah keras tudingan tersebut dan menyebutnya sebagai fitnah yang sarat dengan kepentingan politik lokal.
Peristiwa tersebut terjadi pada malam takbiran Idulfitri, 31 Maret 2025. Saat itu, Kades bersama perangkat desa dan sejumlah warga tengah memasang umbul-umbul pelangi di sekitar masjid dan pelabuhan desa, sebagai bagian dari tradisi menyambut hari kemenangan. Dalam kegiatan tersebut, mereka membawa bambu dan parang sebagai alat kerja. “Kami tidak membawa parang untuk mengancam. Itu alat kerja. Kalau disebut sebagai pengancaman, itu fitnah besar,” tegas Fahmi.
Usai memasang bendera, rombongan desa menemukan sebuah box lampu bertuliskan “Desa Toin” dalam keadaan rusak. Di lokasi tersebut, Fahmi sempat melontarkan pernyataan keras sebagai bentuk respons terhadap aksi perusakan fasilitas desa.
“Saya bilang, kalau jago jangan main di belakang. Coba kalau berani, muncul di depan, kita proses hukum. Itu bukan ancaman personal, tapi peringatan terhadap perusak fasilitas umum,” jelasnya.
Dalam perjalanan pulang, Fahmi dan Kaur Desa, Jufri Ja’far, berpapasan dengan seorang warga bernama Parjo, yang diduga langsung melontarkan kata-kata kasar terhadap Kades. “Woi kades bodok! Tengah malam begini ribut apa? Binatang! Cuki mai!” teriak Parjo, sebagaimana dikutip Fahmi.
Situasi sempat memanas dan terjadi adu mulut, namun ketegangan berhasil diredam oleh Jufri Ja’far dan Imam Masjid, Sagir Husein.
Jufri, yang turut berada di lokasi, membenarkan bahwa kegiatan pemasangan umbul-umbul dimulai sekitar pukul 00.30 WIT.
“Saya sendiri yang bawa parang karena kami butuh untuk potong bambu. Saat kami mulai pasang, lampu padam. Saya sempat bilang ke teman-teman, hati-hati, ada parang di samping saya,” ujarnya.
Menurut Jufri, tidak ada gestur atau tindakan mengancam dari Kades selama kegiatan berlangsung. Bahkan setelah melihat papan nama desa dalam keadaan rusak, mereka memilih untuk langsung pulang.
Namun, ia mengaku justru merasa mendapat tekanan verbal saat insiden adu mulut dengan Parjo. “Justru saya yang dapat ancaman. Parjo sempat bilang ke saya, ‘Om Juf, jangan iko-iko Kepala Desa.’ Saya tidak tahu maksudnya, tapi saya catat itu sebagai tekanan,” tambahnya.
Menanggapi laporan pengancaman yang diajukan oleh Parjo, Kades Fahmi menegaskan akan menempuh jalur hukum dengan melaporkan balik dugaan penghinaan dan ujaran kebencian yang dialaminya.
“Ucapan seperti ‘bodok’, ‘binatang’, dan ‘cuki mai’ bukan bentuk perbedaan pendapat. Itu penghinaan terang-terangan. Kami akan membuat laporan balik demi menjaga martabat Pemerintah Desa,” tegasnya.
Fahmi juga meminta pihak kepolisian untuk bertindak adil dan profesional dalam menangani kasus ini. “Keadilan harus ditegakkan, kebenaran harus diungkap. Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Jangan karena saya pejabat desa, lalu semua tuduhan langsung dipercayai. Bukti harus dibuka, saksi harus didengar. Kalau penyidik tidak objektif, keadilan tidak akan berdiri,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa langkah hukumnya bukan semata untuk membela diri, tetapi juga sebagai bentuk pembelajaran agar ujaran kebencian tidak dijadikan alat provokasi dalam kehidupan bermasyarakat. (Red)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment