
INVESTIGASI — Di tengah maraknya penindakan terhadap tambang ilegal, sebuah aktivitas penggalian batu tanpa izin di Desa Babang, Kecamatan Bacan Timur, Halmahera Selatan, justru berjalan dengan leluasa dan penuh percaya diri—tepat di belakang markas Mapolsek Bacan Timur.
Bukan sekadar pelanggaran administratif, tambang ilegal ini menunjukkan wajah sistem yang bobrok, di mana hukum bisa diabaikan ketika pelaku memiliki koneksi dengan kekuasaan.
Material hasil tambang tersebut disebut-sebut dipasok ke proyek pembangunan bronjong sungai di Desa Amasing Goro. Warga menyebut, aktivitas ini telah berlangsung lama, nyaris tanpa gangguan, meski berada di jantung wilayah pengawasan aparat.
“Mereka gali terus di situ. Sudah bertahun-tahun. Polisi juga lihat, tapi diam,” ungkap seorang warga Babang yang meminta namanya tidak dipublikasikan. “Di belakang kantor polisi loh. Ironis.”

Dugaan keterlibatan Taib Dano, suami Kapolres Kota Ternate, sebagai pemilik CV. Savero Malige, mengguncang kepercayaan publik. Dugaan ini tak hanya membuka tabir konflik kepentingan, tapi juga mengindikasikan bahwa hukum takluk di hadapan jejaring kekuasaan.
“Kalau tambang ini benar milik suaminya pejabat, kita bicara soal sistem. Bukan cuma tambang liar lagi. Ini tambang yang diduga dilindungi,” Ujar warga lainnya dengan nada geram.
Namun, pukulan paling telak datang dari dalam dunia jurnalisme itu sendiri. Nama seorang wartawan lokal yang dulunya vokal memberitakan tambang-tambang ilegal, kini justru disebut-sebut sebagai bagian dari aktor pelindung aktivitas tersebut.
“Dia yang dulu keras kritik, sekarang malah sering di lokasi. Seperti penghubung. Beritanya pun hilang dari media. Ada apa?” ujar sumber lain yang mengaku sebagai mantan rekan wartawan tersebut.
Wartawan yang seharusnya menjadi pilar keempat demokrasi, kini justru diduga menjadi ‘perisai sunyi’—bekerja dalam bayang-bayang untuk melindungi aktivitas yang merusak lingkungan dan menampar hukum.
Situasi ini mencerminkan bahwa tambang ilegal di Babang bukan lagi soal pelanggaran kecil, tetapi bagian dari sebuah skema perlindungan terorganisir yang melibatkan oknum berseragam dan bahkan berbadan pers. Jika ini dibiarkan, batas antara hukum dan kejahatan akan sepenuhnya lenyap.
Padahal, UU No. 3 Tahun 2020 dan PP No. 96 Tahun 2021 menegaskan, aktivitas pertambangan tanpa izin adalah pelanggaran berat, dengan ancaman pidana hingga penutupan paksa. Namun, di Babang, hukum seolah jadi aksesoris belaka.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak CV. Savero Malige, Dinas Perizinan, maupun institusi kepolisian belum memberikan tanggapan resmi. Masyarakat kini bertanya-tanya: apakah hukum masih hidup, atau telah dikubur bersama kepentingan para elit?
Redaksi
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment