
Tiga ASN yang paling terdampak—Y.A, S.A, dan S.S.—mengungkapkan bahwa dana potongan gaji mereka tidak disetorkan ke pihak bank oleh bendahara kecamatan saat itu, Sumiati Saha, yang juga diketahui sebagai istri dari Camat Kayoa Selatan, Nasarudin Tuanany.
Ironisnya, pemotongan gaji tetap dilakukan secara konsisten. Salah satu korban, Y.A., menyebut bahwa setiap bulan sebesar Rp3,5 juta dipotong dari gajinya, namun kini ia harus menanggung beban tunggakan yang membengkak hingga Rp26 juta. “Ini sangat merugikan. Saya tidak pernah lalai, tapi nama saya tercatat sebagai penunggak,” ujarnya kepada media ini,Senin(23/06/2025).

Pihak Bank BPD Halmahera Selatan menanggapi kasus ini dengan serius. Pada 17 Juni 2025, bank telah melayangkan Surat Peringatan Ketiga kepada para ASN yang bersangkutan, dengan rincian tunggakan sebagai berikut: Y.A.: Rp26.052.089 - S.A.: Rp25.942.786
S.S.: Rp12.403.379
Bank memberi waktu hingga 17 Juli 2025 untuk menyelesaikan kewajiban tersebut, sebelum menempuh jalur hukum. “Kami sedang melakukan audit internal dan siap mendukung proses hukum jika ditemukan unsur pidana,” kata salah satu perwakilan bank.
Yang menjadi sorotan tajam, baik Sumiati Saha maupun suaminya, Camat Nasarudin Tuanany, terus menghindar dari permintaan klarifikasi. Keduanya berulang kali memberikan alasan dan menolak ditemui. Sikap ini dinilai menambah kecurigaan akan adanya keterlibatan langsung dalam praktik penyalahgunaan wewenang.
Mirisnya, kasus ini bukan yang pertama kali dilaporkan. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa Sumiati Saha dan Nasarudin Tuanany pernah dilaporkan ke pihak kepolisian dalam kasus lain, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut hukum yang jelas. Kondisi ini memunculkan anggapan bahwa keduanya ‘kebal hukum’, dan menjadi preseden buruk dalam penegakan keadilan di daerah.
Sementara itu, para korban dan masyarakat Kecamatan Kayoa Selatan menyerukan permintaan langsung kepada Bupati Halmahera Selatan agar segera mengambil tindakan. Mereka meminta agar kasus ini tidak dibiarkan berlarut-larut, dan agar ASN yang menjadi korban dilindungi serta dipulihkan nama baiknya. “Kami mohon kepada Bupati agar bertindak tegas. Ini bukan sekadar kerugian materi, tapi soal moral dan nama baik ASN serta institusi pemerintahan yang tercoreng,” ungkap S.S., salah satu korban.
Desakan agar kasus ini diselesaikan secara terbuka dan tuntas semakin menguat. Masyarakat menuntut agar praktik seperti ini tidak lagi terjadi dan pelaku yang terbukti bersalah segera dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum,(red)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment