
Minggu 29 Juni 2025 — Aroma busuk dugaan penyalahgunaan Dana Desa di Desa Samaenre, Kecamatan Tellu Limpoe, Kabupaten Bone, kian menyengat.
Data resmi dari aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OMSPAN) Kementerian Keuangan menunjukkan aliran dana miliaran rupiah sejak tahun 2018 hingga 2024, namun kondisi di lapangan jauh dari wajar.
Pembangunan yang dilaporkan telah dilaksanakan mulai dari pengerasan jalan desa, pengadaan alat produksi pertanian, hingga proyek pariwisata ditengarai fiktif atau hanya formalitas belaka. Bukannya peningkatan kesejahteraan, masyarakat justru mengeluhkan kondisi jalan yang masih berupa tanah becek, proyek irigasi tak berfungsi, dan sarana pemasaran produk desa yang tak pernah terlihat bentuknya.
“Anggaran miliaran rupiah itu tiap tahun ada di laporan, tapi kami tidak merasakan dampaknya. Jalan tetap rusak, proyek pariwisata hanya ada di atas kertas,” tegas seorang warga yang identitasnya kami rahasiakan demi keamanan.
Berdasarkan rangkuman data anggaran dari 2018–2024, total dana desa yang telah digelontorkan mencapai lebih dari Rp 7,9 miliar. Namun dalam kenyataannya, proyek yang diklaim rampung justru banyak yang mangkrak atau tidak pernah terlihat keberadaannya.
Lebih mengejutkan lagi, saat tim investigasi mencoba meminta klarifikasi kepada Kepala Desa Samaenre, Suhriani, SE, dan bendahara desa, pada Senin, 23 Juni 2025, keduanya tidak berada di tempat, baik di kantor desa maupun di rumah dikediaman. Bahkan saat dimintai tanggapan secara resmi, sang kepala desa hanya mengirimkan emoji tangan menyatu, sebuah tindakan yang dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap upaya klarifikasi publik. Dan tidak lama memblokir nomor tim investigasi media.
Dugaan praktik mark-up anggaran, pencairan fiktif, hingga pengendalian dana secara tertutup disebut-sebut melibatkan pihak dalam dan diduga dilindungi oleh oknum dari kelompok tertentu yang punya kekuasaan.
Jika dugaan ini terbukti, maka Kepala Desa dan Bendahara Desa Samaenre diduga kuat telah melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya:
Pasal 26 ayat (4) huruf c yang mewajibkan kepala desa menjalankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam tata kelola keuangan desa, serta
Pasal 72 ayat (1) mengenai sumber pendapatan desa, yang wajib dikelola secara benar demi kemakmuran warga.
Lebih lanjut, dugaan kuat ini juga mengarah pada tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebut bahwa setiap penyelenggara negara yang dengan sengaja menyalahgunakan wewenang, memperkaya diri atau orang lain, dan merugikan keuangan negara, dapat dijerat dengan hukuman pidana berat.
Dengan mencuatnya data dan fakta dugaan penyimpangan anggaran ini, pegiat antikorupsi dan masyarakat Desa Samaenre menuntut agar Inspektorat Daerah Kabupaten Bone segera melakukan audit menyeluruh, mulai tahun 2018 hingga 2024.
Jika ditemukan pelanggaran, maka masyarakat mendesak agar Kejaksaan Negeri Bone, bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), turun tangan menindak secara hukum Kepala Desa dan Bendahara Desa Samaenre.
“Kami tidak mau Desa Samaenre jadi kuburan anggaran negara. Kalau terbukti menyelewengkan dana rakyat, harus dipenjara! Ini uang rakyat, bukan milik pribadi,” tegas warga lainnya.

Hasil wawancara ketua khusus m. saleh.sh. pegiat lembaga aspirasi nusantara (LAN)Sulsel.
Angkat bicara terkait, anggaran dana yang telah dikelola oleh kepala desa (Suhriani.SE) bersama bendahara desa akan menindak lanjuti kerana hukum yang berlaku.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Suhriani, SE dan Bendahara Desa masih menghindari klarifikasi dan belum memberikan keterangan resmi. Tim investigasi akan terus memantau dan melaporkan perkembangan selanjutnya.
Redaksi | Tim Investigasi Sulsel
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment