HAL-SEL: INVESTIGASI – Polemik pengelolaan Dana Bagi Hasil (DBH) di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, kembali mencuat ke permukaan. Sejumlah kalangan menyoroti praktik pengelolaan dana tersebut yang diduga hanya dikendalikan oleh Kepala Desa, tanpa melibatkan lembaga desa dan masyarakat sebagaimana mestinya.
Dana yang sejatinya merupakan hak kolektif masyarakat desa, menurut laporan warga, tidak pernah dibahas secara terbuka dalam forum resmi desa. Hal ini memicu kekhawatiran akan potensi penyimpangan dan pengelolaan yang tidak transparan.
Menanggapi hal itu, pengamat hukum daerah, sekaligus Advokat mudah Safri Nyong, SH, melalui Wartawan Investigasi Wartaglobal.id menekankan bahwa DBH adalah milik desa secara hukum, dan tidak boleh dikelola secara pribadi oleh kepala desa. Jum'at (02/05/2025)
"DBH adalah milik desa, bukan hak prerogatif kepala desa. Penggunaannya harus mengikuti prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik," tegas Safri.
Ia menyebut, pola pengelolaan DBH di Desa Kawasi selama ini tidak mencerminkan asas-asas tata kelola keuangan desa yang baik, dan cenderung melanggar prinsip dasar pemerintahan desa yang demokratis.
"Saya mendesak Inspektorat dan DPMD Kabupaten Halmahera Selatan untuk segera turun melakukan audit menyeluruh serta pembinaan terhadap praktik pengelolaan dana desa di Kawasi," ujarnya.
Lanjut Safri, "Kita bicara soal dana dengan nilai yang fantastis, tapi tidak tampak dalam pembangunan nyata. Ironisnya, justru pihak industri yang membangun infrastruktur desa, bukan dari dana APBDes.
Safri juga menyoroti dinamika sosial yang tengah terjadi di Kawasi, terutama terkait rencana relokasi warga ke kawasan ecovillage yang dibangun perusahaan tambang. Ia melihat proses relokasi itu sebagai titik rawan baru dalam pengelolaan DBH.
"Relokasi warga besar-besaran bisa mengaburkan struktur sosial desa. Di tengah lemahnya pengawasan masyarakat, celah untuk penyelewengan dana semakin terbuka," jelasnya.
Lebih jauh, ia menyebut kondisi tersebut sebagai indikator ketimpangan dalam manajemen keuangan desa yang tidak hanya bermasalah secara administratif, tetapi juga secara etis dan hukum.
"Pemerintah daerah, khususnya Bupati Halmahera Selatan, tidak bisa tinggal diam. Harus ada evaluasi menyeluruh terhadap kepemimpinan desa dan sistem pengelolaan DBH yang selama ini berjalan. Ini soal keadilan sosial dan hak masyarakat," pungkas Safri.
Safri juga mengingatkan bahwa pengabaian terhadap keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana publik berpotensi memicu konflik sosial dan melemahkan legitimasi pemerintah desa di mata warganya.
Sementara itu, warga berharap ada tindakan tegas dari pemerintah daerah untuk memastikan hak-hak mereka atas dana desa dikelola secara adil dan terbuka.
Draken/"
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment