Hal-Sel: INVESTIGASI — Di tengah hiruk-pikuk aktivitas pertambangan yang menyumbang triliunan rupiah bagi negara, Desa Kawasi di Kecamatan Obi justru seperti tak tersentuh pembangunan. Dugaan kuat mengarah pada penyelewengan Dana Bagi Hasil (DBH) yang seharusnya menjadi penopang kesejahteraan masyarakat desa.
Sejak tahun 2021, Desa Kawasi diperkirakan menerima aliran DBH dari sektor pertambangan sebesar Rp5 hingga Rp8 miliar per tahun. Artinya, dalam empat tahun terakhir, total dana yang masuk seharusnya mencapai kisaran Rp20 hingga Rp32 miliar.
Namun realita di lapangan mengecewakan: jalan rusak, sanitasi buruk, tidak ada peningkatan fasilitas pendidikan, dan kehidupan ekonomi desa yang stagnan.
“Kami hanya dengar dananya besar, tapi di mana hasilnya? Tidak ada perubahan nyata sejak empat tahun terakhir,” keluh seorang tokoh masyarakat yang meminta namanya disamarkan.
Indikasi awal menyebutkan adanya penyalahgunaan atau pengendapan dana oleh oknum yang memiliki akses ke anggaran desa. Minimnya transparansi pelaporan anggaran dan lemahnya pengawasan makin memperkuat dugaan tersebut.
Padahal, jika dikelola dengan baik, dana sebesar itu bisa:
- Membenahi infrastruktur jalan dan jembatan,
- Menyediakan air bersih dan sanitasi sehat,
- Mendirikan fasilitas pendidikan dan kesehatan dasar,
- Mengembangkan pertanian lokal dan UMKM,
- Mendirikan koperasi desa untuk memperkuat ekonomi mandiri.
Prof. Benedictus Raksaka Mahi, Ph.D, Guru Besar Kebijakan Publik dari Universitas Indonesia, menegaskan:
“Masalah penyaluran dana seperti DBH sering kali bukan karena kekurangan anggaran, tetapi lemahnya tata kelola dan akuntabilitas di tingkat desa. Ketika masyarakat tidak dilibatkan dalam perencanaan dan pengawasan, maka potensi penyimpangan semakin besar. Ini harus menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk membangun sistem yang lebih transparan dan partisipatif.”
Kini, desakan masyarakat makin kuat agar aparat penegak hukum segera mengusut tuntas dugaan penyelewengan dana publik ini, sekaligus memastikan bahwa dana DBH benar-benar kembali ke tangan rakyat—bukan sekadar angka dalam laporan, tapi perubahan yang nyata di tanah kelahiran mereka.
“Kami tak butuh janji, kami butuh bukti. Kawasi harus bangkit dengan haknya sendiri,” tutup salah satu aktivis lokal.
Draken/"
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment