Hilangnya Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

TOP ADS

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

More News

logoblog

Hilangnya Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi

Tuesday, 8 April 2025
            Ilustrasi gambar (int) 

Negara demokrasi merupakan Negara yang melindungi serta menjamin hak-hak masyarakat atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. 

Hal yang sering terjadi dan memicu timbulnya sebuah konflik dalam kehidupan yang berawal dari kekeliruan dalam memahami sebuah kata “memiliki kebebasan mengeluarkan pendapat atau menyampaikan pendapat” karena sejatinya setiap manusia bebas untuk mengutarakan pendapat dan berekspresi di muka umum.

Banyaknya kasus yang terjadi berawal dari bentuk sebuah protes dan berujung pada tindakan kekerasan, kerusuhan bahkan tindakan pidana. Sudah saatnya kita sadar akan aturan dan tata tertib hukum yang mengatur perilaku maupun tindakan kita. Bukankah kita merupakan salah satu bagian dari dunia ini yang menerapkan pilar demokrasi.

Kebebasan berpendapat merupakan suatu bentuk ekspresi dari setiap individu yang biasanya dilakukan atau diperlihatkan melalui cara apapun. Kebebasan berpendapat ini pun sebagai salah satu hak dasar bagi warga negara Indonesia. 

Namun ada beberapa hal yang seringkali menjadi pembatasan dalam ruang lingkup kebebasan berpendapat ini, artinya bukan berarti setiap warga negara bisa melakukan dan menyuarakan apapun tanpa mematuhi segala bentuk peraturan yang berlaku.

Seperti halnya yang menjadi pembatasan itu ialah ujaran kebencian, pencemaran nama baik, dll. Konsekuen itulah yang harus dipatuhi dan dibatasi secara bersama, namun kondisi Indonesia saat ini dianggap sulit untuk membedakan beberapa hal tersebut, sehingga sering mengakibatkan banyaknya penyalahgunaan keberadaan hukum demi menciptakan kepuasan tersendiri atas tindakan yang dilakukan oleh orang lain.

Sikap antikritik ini terlihat dari serangkaian teror dan intimidasi terhadap orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan. 

Sejumlah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia menyebutkan kerap terjadi praktik penghancuran demokrasi dan negara hukum dalam Pemerintahan. 


Kemunduran demokrasi dapat juga ditandai dengan ancaman represi serta kriminalisasi terhadap kemerdekaan berkumpul, berpendapat, dan berekspresi, warga negara yang menyerukan kritik atas berbagai penyimpangan yang terjadi. 

Saling tanding narasi, termasuk untuk hal yang seharusnya sudah jelas, seperti pelanggaran hukum dan hak asasi manusia, mencerminkan adanya masalah dalam kebebasan berpendapat. 

Para korban dan orang yang melakukan advokasi tak mudah memberitahukan adanya pelanggaran kebebasan dalam berpendapat. 

Perbedaan persepsi dalam berpendapat itu hal lumrah untuk menjelaskan bahwa citra politik bukan hal baru karena sudah tercatat sejak era Homer dan Hesiod pada masa sebelum Masehi. 

Pada masa itu, seperti ditulis Roger Brock dalam Greek Political Imagery from Homer to Aristotle, citra politik dicapai dengan dasar yang sudah diterima atau cukup dikenal dan masuk akal sehingga publik dapat dibujuk untuk mendukungnya.

Cakupan kebebasan berpendapat sesungguhnya cukup luas karena mengacu pada instrumen hak asasi manusia nasional dan internasional yang telah menjadi hukum Indonesia. 

Pertama, hak untuk berpendapat tanpa campur tangan, termasuk pendapat politik, ilmiah, moral, ataupun keagamaan. Pelecehan, intimidasi, dan stigma, termasuk penangkapan, penahanan, persidangan, atau pemenjaraan karena pendapat, merupakan pelanggaran terhadap hak ini.

Kedua, hak berekspresi, termasuk mencari, menerima, dan memberi informasi ataupun gagasan. Cakupannya, mengekspresikan dan menerima komunikasi dalam semua bentuk, termasuk wacana politik, komentar pribadi ataupun urusan publik, penyelidikan, diskusi HAM, jurnalisme, ekspresi budaya dan artistik, wacana dan pengajaran keagamaan, serta iklan komersial. 

Semua bentuk ekspresi dan penyebarannya dilindungi, seperti lisan, tulisan, bahasa isyarat, serta ekspresi nonverbal, misalnya gambar dan benda seni. 

Pers atau media yang bebas, tidak disensor, dan tanpa hambatan penting untuk memastikan kebebasan berpendapat dan berekspresi ini.

Laporan berbagai organisasi non-pemerintah secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam kasus yang menggunakan hard dan soft power. Hard power antara lain penangkapan disertai kekerasan, penahanan, pemburuan, kriminalisasi, serta pengawasan, termasuk pembuntutan, intimidasi, dan teror. 

Soft power adalah peretasan akun (pribadi, organisasi, dan grup-grup komunikasi), wawancara palsu, doxing, persekusi online, penggunaan buzzer alias pendengung untuk mengecilkan atau menyimpangkan masalah serta merusak kredibilitas penyampai pesan, juga bentuk-bentuk baru sensor, seperti penghapusan mural atau konten media sosial. 

Pengendalian institusi termasuk kategori ini, seperti tekanan melalui relasi kuasa termasuk memerintahkan penghalangan penyampaian pendapat di muka umum.

Kriminalisasi juga cara menghambat unjuk rasa menjadi penanda munculnya pemerintahan otoritarian dalam sistem demokrasi.

Penguasa yang tidak mau mendengar kritik publik, tak mau mendapat pengawasan, dan tidak peduli hukum. Itulah yang perlu kita ingat dari pemerintahan  masa lalu. 

Kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia diakui dan dijamin konstitusi, namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi sejumlah tantangan. 
Perlindungan konstitusional 
Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945.

Hak ini diperkuat oleh berbagai perundang-undangan, termasuk UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Pers
Indonesia juga telah mengesahkan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). 

Tantangan yang dihadapi sering kali ada kecenderungan untuk membatasi ekspresi yang sah. Masyarakat khawatir akan dijerat hukum jika menyampaikan kritik atau sikap politik tertentu 
Sulit membedakan antara kebebasan berpendapat dan ujaran kebencian, sehingga sering disalahgunakan. 

Ada kekhawatiran masyarakat akan disalahgunakan data pribadi ketika berpartisipasi di ruang publik, Saran untuk meningkatkan kebebasan berpendapat. 

Masyarakat dapat meningkatkan pemahamannya tentang landasan hukum kebebasan berpendapat. 

Masyarakat dapat berperan aktif dalam menyuarakan aspirasi dan pendapat. 

Masyarakat dapat kritis terhadap sistem politik. 

Masyarakat dapat berperan dalam menciptakan inovasi baru bagi kemajuan Indonesia. 

*dari berbagai sumber/tulisan


KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment