LABUHA, INVESTIGASI. – Proses Musyawarah Olahraga Kabupaten Luar Biasa (Musorkablub) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Halmahera Selatan periode 2025–2029 mendadak menjadi sorotan publik. Gelaran yang semestinya menjadi ajang demokratis bagi insan olahraga justru diselimuti aroma manipulasi dan kepentingan politik terselubung.
Kecurigaan bermula dari perubahan tiba-tiba jadwal pendaftaran calon Ketua KONI. Berdasarkan pengumuman resmi yang telah tersebar luas melalui spanduk di berbagai titik, panitia menetapkan masa pendaftaran dimulai pada 28 April dan berakhir 1 Mei 2025. Namun, secara mendadak, panitia menyatakan bahwa batas akhir pendaftaran dimajukan menjadi Selasa, 29 April 2025 — dua hari lebih awal dari jadwal semula.
“Ini sangat tidak wajar. Kami para pengurus cabor membaca langsung spanduknya, jelas tertulis sampai 1 Mei. Tapi mendadak mereka tutup pendaftaran di tanggal 29. Ini permainan,” ujar salah satu pengurus cabang olahraga yang enggan disebutkan namanya.
Menurut informasi yang dihimpun, keputusan mempercepat pendaftaran tersebut bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari kesepakatan tertutup antara seluruh panitia. Tujuannya adalah memastikan hanya satu calon yang mendaftar: Iksan Kaleserang — sosok yang sempat kalah dalam perebutan kursi Ketua KONI pada periode sebelumnya.
“Instruksinya jelas: percepat penutupan supaya calon lain tidak sempat daftar. Mereka tahu kalau pemilihan berlangsung normal, Iksan bakal kalah lagi,” ungkap sumber internal dari panitia pelaksana Musorkablub.
Yang membuat situasi semakin panas adalah kabar bahwa pencalonan Iksan Kaleserang bukan murni dari kalangan olahraga. Ia saat ini menjabat sebagai Sekretaris DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Halmahera Selatan, dan disebut-sebut maju atas restu langsung dari Bupati serta Wakil Bupati Halsel. Isu intervensi politik pun mencuat kuat, mencoreng independensi KONI sebagai lembaga olahraga.
“Jangan heran kalau ini semua berbau politik. Iksan itu orang partai, dan sekarang dia mau kuasai KONI. Ada titipan kekuasaan di balik pencalonan ini,” beber seorang tokoh olahraga lokal.
Tak hanya itu, tekanan pun disebut merembet ke para pengurus cabang olahraga. Banyak di antara mereka mengaku mendapat intimidasi dari Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Halmahera Selatan agar tunduk dan mengikuti arahan panitia.
“Kami ditekan. Dipanggil satu-satu, diminta mendukung calon tunggal. Ini bukan proses musyawarah yang sehat, ini pembajakan terhadap demokrasi olahraga,” tegas salah satu pengurus cabor yang aktif mengikuti perkembangan Musorkablub.
Berbagai kejanggalan ini memicu gelombang kekecewaan di kalangan insan olahraga Halmahera Selatan. Sejumlah pihak mulai mempertanyakan legitimasi Musorkablub dan menuntut evaluasi menyeluruh terhadap panitia pelaksana, bahkan mendesak agar pelaksanaan Musorkablub ditunda atau diulang dengan panitia baru yang netral.
“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pembinaan olahraga daerah. KONI harusnya jadi rumah besar insan olahraga, bukan alat kekuasaan,” kata Ketua salah satu klub atletik di Labuha.
Situasi ini juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan terhadap proses pemilihan dalam tubuh organisasi olahraga daerah. Tidak adanya lembaga independen yang mengawasi jalannya Musorkablub membuat ruang manipulasi terbuka lebar.
Masyarakat olahraga kini berharap ada respons tegas dari KONI Provinsi maupun KONI Pusat untuk turun tangan. Jika tidak, maka semangat sportivitas, kejujuran, dan demokrasi yang seharusnya menjadi fondasi utama KONI bisa runtuh seketika.
"Jangan sampai KONI Halmahera Selatan berubah menjadi lembaga yang dikendalikan oleh segelintir elite demi kepentingan politik sesaat, dan bukan lagi untuk mengembangkan potensi atlet dan prestasi olahraga daerah". Tutup Suber Terpercaya.
Reporter: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment