Berawal dari dugaan penggelembungan suwara dari CALEG no urut 2 Partai Golongan Karya (GOLKAR) wilayah Dapil 3 Nisa Aprilia, menyedot perhatian publik baik relawan parpol,media,LSM,pakar hukum dan juga masyarakat.
Sejak kejadian Jum,at(23/02/2004) lalu ,saat 2 anggota Panwascam dan PPK ,Muh Alwy Baroya dan Moch Mushin yang diduga terlibat dalam proses penggelembungan suara dari salah satu Caleg Partai Golongan Karya tersebut diamankan oleh Polres Nganjuk di bawa ke kantor Bawaslu untuk diminta keterangan ini lebih lanjut.Publik di buat tanda tanya, tentang proses hukum selanjutnya.
Hal semacam ini sangat mencidrai azas demokrasi yang seharusnya tidak akan di lakukan baik peserta Pemilu terlebih lagi dilakukan oleh petugas penyelenggara dan pengawas pemilu.
Protes keras juga dilontarkan oleh ketua Komonitas SLJ(Salam Lima Jari)Yuliana Margaretha.SH"Jangan hanya PPK dan Panwascam saja yang di konfirmasi dan diberitakan,namun media diminta juga mengkonfirmasi kepada CALEG yang di gelembungkan swaranya"Di kutip dari video pendek durasi 1:39 menit dibeberapa grub WA, yang di tujukan kepada beberapa awak media yang ada di grub tersebut
Yulyana Margaretha juga menyatakan ,akan mengawal proses hukum dalam kasus dugaan penggelembungan suara oleh Caleg Partai Golkar tersebut,konfirmasi lewat via WA oleh awak media investigasi Warta Global.
Dalam vidio pendeknya Yulyana Margaretha SH, juga menyenggol Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sudah diatur dengan jelas berbagai ketentuan pidana terhadap pelaku pelanggaran dan/atau kecurangan dalam penyelenggaran pemilu.
Dalam ketentuan Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta. Dan Pasal 523 yang menyebutkan bahwa setiap pelaksana, peserta dan/atau Tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung baik itu dalam keadaan masa tenang maupun pada hari pemungutan suara maka dipidana penjara paling lama 4 (tahun) tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.
Yuliaana Margareta juga memberikan pandangan tentang Politik dan demokrasi yang berkembang saat ini.
Kecurangan yang terjadi hanya bisa dihentikan oleh aktor-aktor politik yang memiliki kemauan untuk memperbaiki kualitas pemilu. Sebaliknya, apabila aktor-aktor yang terlibat dalam proses pemilu tidak menunjukkan kesediaan untuk menjunjung tinggi penyelenggaraan pemilu yang berintegritas, maka "kekacauan" sebelum, pada, dan sesudah pemilu sangat mungkin terjadi. Para aktor politik yang terlibat dalam kompetisi pemilu harus menahan diri dari tindakan ceroboh yang bisa memperburuk situasi. Atmosfer panas yang tersaji hanya akan melukai prinsip fairplay apabila tidak ada yang mendinginkan suasana. Kalau memang ada kecurangan, para aktor bisa menempuh jalur hukum lewat pelaporan untuk kemudian diproses sesuai prosedur yang mengaturnya, bukan malah merekayasa pelanggaran.
Bermasalahnya implementasi regulasi pemilu menunjukkan kapasitas lembaga negara yang tidak maksimal dalam mengurusi jaminan hak pilih masyarakat. Terlepas dari salah dan benar, semua isu pelanggaran yang beredar patut menjadi evaluasi bagi semua pihak yang terlibat dalam pemilu. Pertama, bagi KPU isu pelanggaran ini bisa dialihkan menjadi medium pembuktian profesionalitas penyelenggara pemilu. Artinya, KPU bisa meng-counter isu kecurangan ini lewat pembuktian kinerja, kalau perlu sekalian membuat laporan penyelenggaraan ke hadapan publik. Dalam mengupayakan ini, KPU bisa menggandeng lembaga lain terutama lembaga non-pemerintah yang peduli terhadap isu pelanggaran demokrasi dan pemilu untuk bersedia memberi evaluasi dan masukan.
Esensi pemilu di negara demokrasi sebetulnya adalah mendorong dan melindungi partisipasi seluruh lapisan elemen masyarakat, dimulai dengan jaminan kebebasan dalam menggunakan hak pilihnya. Maka dari itu, lembaga negara dan penyelenggara pemilu baik KPU maupun Bawaslu dituntut untuk lebih pro-aktif dalam mengidentifikasi dan memantau hambatan-hambatan masyarakat untuk menggunakan hak pilih. Bagi pemilih, isu kecurangan hendaknya tidak diterima begitu Maka dari itu setiap bentuk kecurangan serta pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu harus diusut dan ditindak tegas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Masyarakat juga mengharapkan kepada Pemerintah juga harus menjamin rasa aman dan ketentraman pemilih pada saat menggunakan hak suaranya. Penting pula bagi pemerintah untuk menjamin netralitas aparatur sipil negara untuk tidak aktif melakukan tindakan yang menguntungkan peserta pemilu tersebut.(tom.red)
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment