
InvestigasiWartaGlobal.id | Medan — Pembangunan kawasan supermewah Citra Land Tanjung Morawa kini resmi masuk dalam pusaran penyelidikan korupsi besar-besaran atas aset negara milik PT Perkebunan Nusantara I Regional I (PTPN I–Regional I) dan anak perusahaannya, PT Nusa Dua Propertindo (NDP). Di balik gemerlap proyek properti itu, tersimpan jejak manipulasi aset BUMN, permainan tanah HGU, dan dugaan kongkalikong pejabat dengan pengusaha.
Tak tinggal diam, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumatera Utara menuntut penghentian sementara (moratorium) seluruh kegiatan pembangunan di kawasan tersebut.
Desakan ini, kata mereka, bukan sekadar seruan moral, tetapi peringatan keras agar hukum tidak dikalahkan oleh kepentingan modal.
Lahan Negara Beralih Jadi Bisnis Raksasa Properti
Dari hasil penelusuran InvestigasiWartaGlobal.id, skandal ini berawal dari pengelolaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 8.077 hektare di wilayah Deli Serdang yang sebelumnya milik PTPN II, lalu dialihkan kepada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) — anak perusahaan yang berafiliasi dengan kelompok bisnis pengembang properti.
Lahan yang semula untuk perkebunan berubah fungsi menjadi komoditas bisnis properti bernilai tinggi, termasuk proyek Citra Land Tanjung Morawa yang diklaim berkonsep “kota mandiri modern”.
Sumber internal di PTPN mengungkap bahwa sebagian besar lahan yang dialihkan tersebut belum pernah dilakukan pemutusan HGU secara sah, bahkan status asetnya masih tercatat sebagai milik negara.
Namun, izin pembangunan justru tetap keluar.
Diduga kuat, proses administrasi itu melibatkan kolaborasi antara oknum pejabat PTPN, aparat pertanahan, dan pengembang swasta.
“Inilah bentuk permainan kelas kakap. Lahan yang seharusnya dikuasai negara justru digarap menjadi proyek elit. Publik harus tahu ini bukan sekadar bisnis — ini penjarahan yang dilegalkan,” ujar Muhammad Tarmizi, Sekretaris KNPI Sumut, dengan nada tegas, Selasa (11/11).
Kejatisu Bongkar Jaringan: Pejabat, Direksi, hingga Pengembang
Penyelidikan yang dilakukan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) sudah menetapkan empat tersangka utama, yakni:
Mantan Direktur PTPN I Regional I,
Seorang pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut,
Direktur PT Nusa Dua Propertindo (NDP),
dan satu pejabat lain dari lingkungan internal BUMN Perkebunan.
Kejatisu menemukan indikasi mark-up valuasi aset, manipulasi izin penggunaan lahan, dan pengalihan aset melalui skema kerja sama bisnis semu.
Nilai kerugian negara sementara diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah, dan Rp150 miliar di antaranya sudah dikembalikan ke kas negara oleh pihak-pihak yang terlibat.
Namun, dari hasil investigasi lapangan, terkuak bahwa pengembangan proyek masih terus berjalan di lokasi yang sedang diselidiki — sebuah ironi hukum yang menimbulkan kecurigaan adanya perlindungan politik dan bisnis.
KNPI Sumut: “Moratorium Adalah Ujian Integritas Aparat”
Dalam pernyataannya, KNPI Sumut menyebut moratorium pembangunan Citra Land bukan sekadar permintaan administratif, melainkan bukti apakah aparat hukum dan pemerintah daerah berani menegakkan hukum di atas kepentingan kapital.
“Kita ingin Kejatisu tegas, jangan hanya berhenti pada empat nama. Harus ditelusuri siapa di balik NDP, siapa di lingkar pengambil keputusan, dan siapa yang memberi izin proyek di atas lahan status quo,” tegas Tarmizi.
Ia juga menyebut bahwa Pemprov Sumut dan DPRD terkesan pasif dalam menanggapi kasus ini, padahal proyek tersebut melibatkan aset strategis negara dan menyangkut kepentingan publik.
Lima Langkah KNPI Sumut: Bongkar Total Jaringan Mafia Aset
KNPI Sumut secara resmi menuntut:
1. Kejati Sumut mempercepat penyidikan, membuka audit kerugian negara ke publik, dan menelusuri aliran dana proyek.
2. BPN dan Pemprov Sumut mencabut sementara izin lahan hingga status hukum tuntas.
3. DPRD Sumut menerbitkan rekomendasi resmi moratorium pembangunan.
4. Kementerian BUMN melakukan audit menyeluruh tata kelola aset PTPN I Regional I dan anak perusahaannya.
5. Menetapkan seluruh aktor yang terlibat — baik pejabat, pengusaha, maupun pihak pengembang — sebagai tersangka tanpa pandang bulu.
Jejak Konflik Kepentingan: Antara Bisnis dan Negara
Berdasarkan data yang dihimpun tim InvestigasiWartaGlobal.id, PT NDP didirikan sebagai anak perusahaan untuk memanfaatkan lahan non-produktif milik PTPN, namun dalam praktiknya, lahan produktif justru dialihfungsikan.
Beberapa proyek di bawah bendera NDP bahkan disebut-sebut memiliki hubungan erat dengan konglomerasi properti nasional yang punya akses politik ke sejumlah pejabat di Sumut dan Jakarta.
“Jika benar ada keterlibatan oknum politikus dan pengusaha besar, maka ini bukan hanya korupsi biasa — ini korupsi sistemik yang merampas masa depan rakyat,” tegas Tarmizi.
Pesan Akhir KNPI: Pemuda Harus Kawal Negeri Ini dari Rakusnya Elite
KNPI Sumut menutup pernyataannya dengan mengutip pesan Presiden Prabowo Subianto bahwa korupsi adalah pengkhianatan terhadap negara.
Mereka menegaskan, pemuda tidak boleh diam ketika aset rakyat dijadikan alat bisnis pribadi oleh elite yang berseragam BUMN atau pejabat publik.
“Kami akan terus mengawal kasus ini. Jika aparat lambat, kami akan turun langsung menuntut keadilan. Ini bukan sekadar tanah — ini soal harga diri negara,” pungkas Tarmizi.
Redaksi: InvestigasiWartaGlobal
Editor: Zulkarnain Idrus
KALI DIBACA


.jpg)