
InvestigasiWartaGlobal.id | Binjai, Sumatera Utara —
Dugaan pelanggaran hukum dalam penggunaan anggaran Pelayanan Teknik (Yantek) di tubuh PT PLN (Persero) UP.3 Binjai semakin menguat. Dana puluhan miliar rupiah yang seharusnya digunakan untuk perawatan jaringan, perbaikan tiang miring, serta penggantian tiang kayu lapuk, diduga tidak dikelola secara transparan dan berpotensi menyimpang dari ketentuan hukum dan juknis PLN.
Upaya InvestigasiWartaGlobal.id untuk meminta klarifikasi kepada Manager PLN UP.3 Binjai, Muhammad Isra, berakhir tanpa hasil. Ia menolak memberikan keterangan dengan alasan bahwa tidak semua biaya operasional menggunakan uang negara, dan menegaskan bahwa permintaan informasi harus diajukan melalui surat resmi.
Sikap tersebut justru dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Dalam Pasal 4 dan 9 UU KIP, ditegaskan bahwa setiap badan publik wajib membuka informasi penggunaan dana yang bersumber dari keuangan negara. Menolak memberikan informasi tanpa dasar yang sah dapat dikenai sanksi pidana sesuai Pasal 52 UU KIP, dengan ancaman kurungan 1 tahun dan/atau denda Rp5 juta.
Lebih jauh, bila terbukti ada penyimpangan dalam penggunaan dana Yantek, maka hal itu berpotensi melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman penjara hingga 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Di lapangan, temuan fakta semakin memperkuat dugaan tersebut. Sejumlah tiang listrik miring dan kayu lapuk masih berdiri di wilayah Kota Binjai, meskipun anggaran Yantek seharusnya mencakup perbaikan dan penggantian segera. Bahkan, peristiwa tragis di Jalan Pacul, Kelurahan Cengkeh Turi, Januari 2025, yang menewaskan dua warga — ibu dan anak — akibat tiang listrik tumbang, menjadi bukti nyata kelalaian fatal pihak manajemen.
Praktisi hukum Sumatera Utara, Ahmad Zulfikar, S.H., M.H., mengecam keras tindakan Manager PLN UP.3 Binjai yang dianggap melanggar hukum dan menutup akses publik terhadap penggunaan dana negara.
> “Tindakan Manager PLN UP.3 Binjai yang menolak memberikan informasi publik adalah pelanggaran langsung terhadap UU KIP. Ini bukan sekadar soal prosedur surat, tapi soal hak publik dan tanggung jawab hukum. Jika benar dana Yantek digunakan tidak sesuai juknis, maka itu termasuk penyalahgunaan wewenang dan potensi korupsi,” tegasnya.

Ahmad menambahkan bahwa kelalaian pengawasan terhadap infrastruktur listrik juga dapat dijerat dengan Pasal 359 KUHP, karena telah menyebabkan korban jiwa akibat kelalaian dalam menjalankan tanggung jawab sesuai UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 44 dan 50.
Mengingat kuatnya dugaan pelanggaran hukum, publik kini mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara untuk turun tangan melakukan penyelidikan dan audit menyeluruh terhadap PLN UP.3 Binjai. Pemeriksaan perlu difokuskan pada penggunaan anggaran Yantek, mekanisme pengadaan barang dan jasa, serta pertanggungjawaban manajemen.
> “Kejati Sumut harus turun tangan. Ini menyangkut uang negara, keselamatan masyarakat, dan integritas PLN sebagai BUMN. Jangan tunggu korban berikutnya baru bertindak,” tegas Zulfikar.
Kasus dugaan penyimpangan anggaran Yantek di PLN UP.3 Binjai bukan lagi sekadar isu internal, tetapi telah menjadi persoalan hukum serius yang menyentuh ranah pidana dan tanggung jawab negara.
Kini, semua mata tertuju pada Kejati Sumatera Utara untuk memastikan bahwa tidak ada satu rupiah pun uang publik yang diselewengkan, dan tidak ada hukum yang dibiarkan tumpul di hadapan kekuasaan.
(Tim InvestigasiWartaGlobal.id)
Editor: Zulkarnain Idrus
KALI DIBACA