
Luwu Timur,Investigasiwartaglobal.id — Persoalan kebocoran pipa minyak milik PT Vale Indonesia Tbk tak henti-hentinya menjadi sorotan publik. Hampir dua bulan pascakejadian kebocoran pada 23 Agustus 2025, kini masyarakat di dua desa yakni Desa Timampu dan Desa Matompi, Kecamatan Towuti kembali bereaksi keras. Mereka geram atas janji PT Vale terkait kompensasi lahan sawah terdampak pencemaran yang tak kunjung terealisasi.
Kemarahan warga memuncak pada Kamis siang (16/10/2025) ketika mereka melakukan aksi spontan dengan membuka paksa pintu pengairan yang sebelumnya ditutup akibat kebocoran pipa. Tak hanya itu, warga juga membuka penghalau minyak (sponge boom) yang dipasang di beberapa titik aliran sungai.
“Beberapa minggu lalu PT Vale sudah sosialisasi soal kompensasi, bahkan sempat dilakukan penyerahan simbolis di hadapan Bupati Luwu Timur, Irwan Bahri Syam. Namun hingga detik ini tidak ada kejelasan kapan kompensasi itu diberikan,” ungkap salah satu warga Matompi.
“Katanya rembesan minyak sudah aman, makanya kami buka semua. Kalau memang sudah aman, kenapa air masih ditahan dan penghalau minyak masih dipasang di sungai?” tambah warga lain yang enggan disebutkan namanya
Aksi ini dilakukan secara spontan oleh masyarakat tanpa koordinasi dengan pemerintah desa maupun aparat keamanan. Warga menilai PT Vale tidak transparan dalam penanganan limbah, karena hingga kini aktivitas pembersihan dan pengangkutan lumpur di muara Danau Towuti masih terus dilakukan.
JKM LTI: PT Vale Jangan Bodohi Warga, Ini Sudah Pengrusakan Lingkungan Serius
Di lain sisi, Amrullah dari Jaringan Komunitas Masyarakat Lingkar Tambang Indonesia (JKM LTI) masih menyoroti kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat kebocoran pipa tersebut. Ia menilai narasi “rembesan minyak sudah tidak ada” hanyalah akal-akalan PT Vale untuk meredam kemarahan publik.
“Tidak ada itu yang namanya rembesan sudah tidak ada. Itu cuma akal-akalan PT Vale untuk menutupi pelanggaran dan dampak sosial. Kami turun langsung ke lapangan bersama warga — minyak masih banyak. Bahkan ketika tanah pinggiran sungai digoyang sedikit saja, minyak keluar luar biasa. Tanahnya pun sudah rapuh dan mudah longsor,” ungkap Amrullah tegas.
Amrullah juga menyoroti aktivitas di muara Danau Towuti, di mana tanah dan lumpur diangkat lalu diangkut ke pelabuhan.
“Itu bentuk pengrusakan lingkungan yang luar biasa. Kami minta pemerintah dan aparat penegak hukum segera mengambil tindakan,” ujarnya.
Sebagai pemerhati sosial dan lingkungan yang tinggal langsung di kawasan terdampak, Amrullah mengaku sepenuhnya memahami kemarahan warga.

“Kami sangat mendukung apa yang dilakukan masyarakat hari ini. Jangan mau dibodohi oleh janji-janji PT Vale. Kita ini terdampak langsung, baik secara ekonomi, kehidupan, maupun secara psikologis,” tutupnya.
KALI DIBACA