Kepemilikan Saham Tambang oleh Gubernur Malut Dinilai Langgar UU ASN dan UU Minerba, Terancam Rugikan Negara Triliunan Rupiah. - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

Top Ads

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

Tranding Nasional

🎉 Dirgahayu Republik Indonesia ke-80 — 17 Agustus 1945 - 17 Agustus 2025 🎉

More News

logoblog

Kepemilikan Saham Tambang oleh Gubernur Malut Dinilai Langgar UU ASN dan UU Minerba, Terancam Rugikan Negara Triliunan Rupiah.

Tuesday, 16 September 2025

Gubernur Malut Diduga Terjebak Konflik Kepentingan Tambang Nikel di Pulau Gebe


Ternate, Investigasi.WartaGlobal.id - Kepemilikan 71 persen saham PT Karya Wijaya oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menuai sorotan. Praktisi hukum menilai kondisi ini bukan sekadar pelanggaran etik, melainkan juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Dugaan konflik kepentingan ini tidak hanya menimbulkan persoalan hukum, tetapi juga menimbulkan ancaman kerugian negara hingga triliunan rupiah serta kerusakan ekosistem Pulau Gebe yang secara hukum termasuk pulau kecil dan seharusnya dilindungi.

Berdasarkan dokumen kepemilikan terbaru, Sherly menguasai mayoritas saham perusahaan tambang nikel tersebut. PT Karya Wijaya memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) pada 2020, saat masa jabatan Gubernur Abdul Gani Kasuba, dengan konsesi awal 500 hektare hingga 2040. Pada Januari 2025, izin itu diperluas menjadi 1.145 hektare mencakup Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, dengan masa berlaku hingga 2036.

“Ini bentuk pelanggaran etika dan hukum yang serius. Gubernur memiliki kewenangan mencabut izin, termasuk milik perusahaannya sendiri. Situasi ini menimbulkan konflik kepentingan yang jelas-jelas dilarang oleh undang-undang,” kata praktisi hukum Mahri Hasan kepada Jurnalis.

Lebih jauh, PT Karya Wijaya tercatat berstatus non-Clean and Clear (non-CnC) dalam sistem Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM. Perusahaan juga diduga beroperasi tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tanpa jaminan reklamasi pasca-tambang, serta tanpa izin pembangunan jetty. Laporan BPK RI tertanggal 24 Mei 2024 menegaskan adanya dugaan pelanggaran administratif, teknis, dan finansial yang dapat merugikan keuangan negara.

Kerugian negara diperkirakan mencapai triliunan rupiah akibat tidak dibayarkannya royalti dan pajak sebagaimana mestinya. Selain itu, masyarakat Pulau Gebe kini menghadapi kerusakan lingkungan serius. “Sudah setahun lebih kami kesulitan air bersih dan hasil tangkapan ikan berkurang drastis,” ujar Hasnim (42), warga setempat.

Hingga berita ini diterbitkan, Gubernur Sherly Tjoanda belum memberikan tanggapan resmi. Upaya konfirmasi redaksi kepada pihak gubernur tidak berhasil karena disebut tengah menjalani agenda dinas padat.

Kasus ini dinilai sebagai ujian besar bagi komitmen pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam menindak tegas praktik pertambangan ilegal. Data resmi mencatat sedikitnya 1.063 tambang ilegal dengan potensi kerugian negara mencapai Rp300 triliun. “Pemerintah harus konsisten menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Tidak boleh ada kekebalan hukum hanya karena posisi jabatan,” tegas Mahri Hasan.

Merespons situasi ini, DPD Gerakan Pemuda Marhaen (GPM) Maluku Utara menyatakan akan menggelar aksi besar-besaran. Ketua GPM, Sartono Halek, menegaskan aksi demonstrasi akan dilakukan di sejumlah lembaga negara, termasuk Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, untuk mendesak pemanggilan gubernur, pencabutan izin PT Karya Wijaya, dan proses hukum terhadap seluruh pihak yang diduga terlibat.

“Ini bukan sekadar soal pelanggaran administrasi, tapi soal masa depan Maluku Utara. Jika dibiarkan, rakyat yang menanggung kerugian. Kami akan bergerak,” tegas Sartono Halek.


Jurnalis : Isbat Usman