
INVESTIGASI. – Putusan Pengadilan Negeri (PN) Ternate dalam perkara perdata No.78 /Pdt.G /2021 /PN.Tte menuai sorotan tajam dan kritik dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak menduga bahwa putusan tersebut cacat secara hukum formil maupun materil, terutama terkait status tanah warisan keluarga Baay yang menjadi objek sengketa. Selasa, 29/07/2025.
Dalam perkara tersebut, tergugat I Arafat Baay dan tergugat II Neisa Baay, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 22 Desember 2021, digugat oleh pihak yang masih satu keluarga, terkait kepemilikan sebidang tanah eks Verponding No.315 seluas 514,13 m² beserta bangunan semi permanen di atasnya yang terletak di RT 07/RW 04, Kelurahan Makassar Timur, Kecamatan Ternate Tengah.
Tanah yang disengketakan disebut sebagai milik almarhum Hadji Omar Hasan Baay dan almarhumah Eng Baay, yang diketahui merupakan kakak kandung dari para penggugat dan tergugat. Dengan demikian, objek sengketa sejatinya masih berstatus sebagai harta warisan keluarga besar Baay yang belum dibagi secara hukum waris.
Seharusnya, sesuai ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, perkara yang berkaitan dengan warisan termasuk dalam yurisdiksi Pengadilan Agama. Maka dari itu, dilayangkannya gugatan ke Pengadilan Negeri diduga kuat sebagai kekeliruan formil dan melanggar kompetensi absolut.
Rinno Hadinata, S.Sos, cucu ahli waris almarhum H. Umar Saleh Baay, yang juga Ketua DPW Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (FABEM) Sumatera Utara serta Direktur Rumah Inspirasi Indonesia, menyoroti sejumlah kejanggalan dalam perkara tersebut. Ia menyebutkan setidaknya terdapat 10 poin penting yang menegaskan adanya kejanggalan serius dalam proses hukum dan substansi perkara:
1. Gugatan Tidak Menjelaskan Batas Tanah Secara Jelas
Gugatan tidak menguraikan secara tegas batas-batas dan luas tanah yang diklaim telah diperoleh melalui pemberian maupun pembelian.
2. Dualisme Kepemilikan
Terdapat dua klaim kepemilikan atas satu surat Verponding No.315, yakni dari almarhum Abdullah Baay dan almarhum Muhammad Noerdin Baay, namun tanpa penjelasan batas yang jelas.
3. Transaksi Tidak Sinkron
Adanya transaksi jual beli yang berbeda waktu antara tahun 1961 dan 1972 yang dijadikan dasar penggugat, memperkuat indikasi kebingungan substansi kepemilikan.
4. Kadaluarsa Gugatan
Mengacu Pasal 1967 KUHPerdata, semua tuntutan hukum terhadap benda hapus setelah 30 tahun. Gugatan yang diajukan tahun 2021/2022 atas dasar transaksi tahun 1972 berarti telah melampaui masa 61 tahun.
5. Modus Transaksi Lama yang Mirip
Sebelumnya terjadi jual beli serupa antara Haji Umar Baay dan Abdullah Baay pada tahun 1948 saat Umar dalam kondisi sakit keras dan meninggal 5 hari setelahnya, yang kala itu juga tidak diketahui oleh istri dan ahli waris.
6. Substansi Hukum Tidak Dipertimbangkan
Hakim PN Ternate dinilai tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum secara komprehensif sebagaimana disampaikan tergugat melalui kuasa hukumnya.
7. Permintaan Evaluasi MA
Pihak keluarga mendesak Mahkamah Agung untuk mengevaluasi putusan PN Ternate dalam perkara ini agar tidak terjadi kekeliruan hukum berulang.
8. Pengawasan oleh Komisi Yudisial
Komisi Yudisial diminta untuk memeriksa independensi dan profesionalitas hakim yang menangani perkara tersebut.
9. Permintaan Uji Forensik oleh Polda Maluku Utara
Untuk menghindari pemalsuan atau rekayasa dokumen, diminta agar seluruh alat bukti yang diajukan di persidangan diuji secara forensik.
10. Pemblokiran Penerbitan Sertifikat oleh BPN
Diminta agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) Maluku Utara dan Kota Ternate tidak menerbitkan surat hak milik atas tanah yang masih disengketakan hingga perkara ini berkekuatan hukum tetap.
Kasus ini menjadi perhatian luas karena dinilai mencerminkan potensi pelanggaran hukum dalam sistem peradilan perdata di tingkat daerah. Rinno menegaskan, “Kami hanya ingin keadilan yang sesungguhnya, agar warisan keluarga tidak dikangkangi oleh putusan yang cacat logika hukum,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pengadilan Negeri Ternate belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik tersebut. Sementara pihak keluarga Baay terus mengupayakan langkah hukum lanjutan agar perkara ini ditinjau ulang di tingkat lebih tinggi.
Redaksi: wan
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment