Pernyataan Wakil Wali Kota Serang Soal Wartawan Tuai Kecaman: Dituding Langgar UU Pers dan Cederai Kebebasan Informasi. - Investigasi Warta Global

Mobile Menu

TOP ADS

Responsive Leaderboard Ad Area with adjustable height and width.

More News

logoblog

Pernyataan Wakil Wali Kota Serang Soal Wartawan Tuai Kecaman: Dituding Langgar UU Pers dan Cederai Kebebasan Informasi.

Thursday, 12 June 2025


Serang, Banten - Dunia jurnalistik kembali dikejutkan oleh pernyataan kontroversial Wakil Wali Kota Serang, Nur Agis Aulia, yang videonya beredar luas di media sosial. Dalam video tersebut, Aulia tampak memberikan arahan yang tidak biasa kepada para kepala sekolah agar tidak meladeni wartawan atau LSM yang ingin melakukan konfirmasi, kecuali memiliki "tiga kartu" yang tidak dijelaskan secara rinci dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Pernyataan tersebut sontak menuai reaksi keras dari kalangan pers dan pegiat kebebasan informasi. Pasalnya, arahannya dinilai mengarahkan pembungkaman hak publik untuk tahu, serta menghalangi kerja jurnalistik yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Statemen Wakil Wali Kota itu sesat dan menyesatkan publik,” tegas Syamsul Bahri, Ketua DPD Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten, saat memberikan keterangan kepada media, Rabu (11/6/2025).

Menurut Syamsul, pernyataan Aulia sangat berbahaya dan dapat menimbulkan iklim ketakutan di lingkungan sekolah. Kepala sekolah yang seharusnya menjadi narasumber strategis dalam penelusuran dugaan pelanggaran atau penyimpangan, justru berpotensi tertutup aksesnya terhadap wartawan, akibat ketakutan terhadap tekanan atau ancaman struktural.

Cemari Etika Publik dan Duga Langgar Hukum

Dalam UU Pers, khususnya Pasal 18 Ayat (1), ditegaskan bahwa setiap tindakan yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini membuat ucapan Aulia tak bisa dianggap remeh atau sekadar "salah bicara".

"Asosiasi pers yang diakui Dewan Pers bukan hanya PWI. Ada ratusan lembaga pers sah di Indonesia. Mengarahkan agar hanya meladeni yang 'punya kartu tertentu' adalah bentuk diskriminasi dan pelanggaran hak konstitusional," lanjut Syamsul Bahri.

Syamsul juga mempertanyakan, apakah PWI sebagai organisasi profesi turut hadir dalam pertemuan itu? Jika iya, ia berharap PWI segera memberikan klarifikasi terbuka agar tidak menimbulkan tafsir seolah lembaga itu membenarkan pembatasan akses terhadap pers non-PWI.

Indikasi Monetisasi Akses dan Stigmatisasi Wartawan

Hal lain yang menjadi sorotan adalah indikasi adanya kewajiban biaya jika wartawan atau LSM ingin menemui narasumber di lingkungan pemerintah, sebagaimana terekam dalam video viral tersebut. Jika benar, maka hal itu bukan hanya mencederai prinsip keterbukaan informasi, tetapi juga bisa mengarah pada praktek pungutan liar atau komersialisasi akses informasi.

Lebih lanjut, Wakil Wali Kota Serang juga menggunakan istilah "wartawan bodrek" dalam narasinya. Istilah ini secara tradisional dipakai untuk mendiskreditkan wartawan yang dianggap tidak profesional, namun penggunaannya di forum resmi dan oleh pejabat negara tanpa klarifikasi dapat menjadi bentuk stigmatisasi massal yang membahayakan integritas profesi wartawan.

“Yang dimaksud wartawan bodrek itu apa? Terbuat dari apa mereka? Istilah seperti ini harus diperjelas secara terbuka kepada publik,” sindir Syamsul Bahri.

GWI Siap Tempuh Jalur Hukum Jika Tak Ada Permintaan Maaf

Syamsul menegaskan bahwa jika Wakil Wali Kota Serang tidak segera meminta maaf secara terbuka kepada insan pers, maka GWI Banten akan menempuh langkah hukum, sebagai bentuk perlindungan terhadap kebebasan pers dan hak publik untuk memperoleh informasi yang benar dan terbuka.

“Kita tidak sedang bermain-main. Ini soal prinsip demokrasi dan hak warga negara. Jika tidak ada itikad baik dari Wakil Wali Kota, kami akan bawa kasus ini ke ranah hukum,” pungkasnya.

Kontroversi ini menjadi alarm keras bahwa masih banyak pejabat publik yang belum sepenuhnya memahami fungsi pers dalam demokrasi. Mengarahkan pembatasan terhadap akses wartawan bukan hanya salah kaprah, tapi juga berpotensi menimbulkan efek domino dalam pengawasan publik yang sehat.

Dalam sistem yang terbuka dan demokratis, wartawan bukan musuh, melainkan mitra dalam pembangunan, pengawasan, dan pencerdasan publik. Sudah saatnya semua pihak, khususnya pejabat publik, menghentikan narasi-narasi yang mengancam independensi pers.


KALI DIBACA

No comments:

Post a Comment