
Kegiatan ini bukan rahasia lagi. Masyarakat sekitar tahu siapa pemodalnya, tahu siapa koordinatornya, bahkan tahu siapa penyalur BBM subsidi yang menyuplai tambang ilegal ini. Namun ironi muncul saat semua itu tak diikuti dengan tindakan. Hukum diam, aparat seolah buta. Sementara cukong tambang terus menambah pundi-pundi kekayaan mereka dari emas yang digali dengan cara kotor.
PETI di Sanggau ibarat hantu yang tak pernah mati. Ketika sorotan media datang, mereka menghilang sementara. Tapi cukup dua atau tiga hari, aktivitas kembali bergemuruh. Ini bukan sekadar tambang liar. Ini adalah bukti bahwa ada sistem yang dibiarkan bobrok, dan aparat yang — setidaknya — tidak sepenuhnya netral. Publik kini bertanya: benarkah ada oknum penegak hukum yang menjadi pelindung di balik bisnis haram ini?
Sementara itu, kerusakan lingkungan terus terjadi. Merkuri dan limbah tambang mengalir bersama air Sungai Kapuas, mencemari kehidupan di dalamnya. Ikan mati, air keruh, dan tanah sekitar tergerus. Anak-anak yang bermain di sungai kini bermain di atas racun. PETI bukan hanya merampas kekayaan negara, tapi juga membunuh masa depan ekosistem dan generasi yang akan datang.
Padahal, secara hukum, kegiatan PETI jelas melanggar Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Belum lagi pelanggaran terhadap UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengancam pelaku perusakan lingkungan dengan 10 tahun penjara. Jika BBM subsidi juga digunakan, pelanggaran terhadap UU Migas pun tak bisa dihindarkan.
Namun hingga hari ini, tidak ada satupun cukong besar yang dijerat. Tidak ada penyalur BBM yang ditangkap. Yang muncul hanya penindakan kecil terhadap operator tambang kelas bawah, yang hanya bagian kecil dari rantai kejahatan ini. Masyarakat sudah muak melihat skenario usang ini: tangkap buruh, lepaskan bos.
Kini, publik menagih janji Kapolda Kalbar, Irjen Pol Dr. Pipit Rismanto, yang sebelumnya bersumpah akan menindak tegas pelaku PETI. Saatnya membuktikan: apakah hukum masih hidup di Kalimantan Barat, atau telah mati ditelan tambang ilegal? Jika dibiarkan, PETI bukan hanya membunuh sungai, tapi juga membunuh kepercayaan rakyat pada negara.
Dan ketika sungai mati, yang mengalir bukan lagi air, tapi air mata.[Andi S,AZ]
Sumber:[Tim Investigasi WGR]
KALI DIBACA