Puluhan rakit mesin atau lanting terlihat berjejer hampir ke tengah sungai, mengeruk material dari dasar sungai demi mencari butiran emas. Aktivitas ini dilakukan siang dan malam, menciptakan kebisingan yang memecah ketenangan dan mencemari suasana lingkungan sekitar. Sungai yang dahulu menjadi sumber kehidupan kini berubah menjadi jalur eksploitasi bebas.
Hasil investigasi tim WGR mengungkap bahwa para penambang tidak hanya merusak aliran sungai, tetapi juga menggunakan bahan kimia berbahaya seperti merkuri dan sianida. Zat ini masuk langsung ke dalam air dan berisiko mencemari ekosistem sungai serta membahayakan kesehatan masyarakat yang masih bergantung pada air sungai untuk kebutuhan sehari-hari.
Kondisi air yang keruh, bau yang tidak sedap, dan berkurangnya populasi ikan menjadi sinyal nyata bahwa lingkungan telah rusak. Padahal, Sungai Kapuas bukan hanya jalur air biasa. Ia adalah nadi kehidupan masyarakat Melawi—tempat bergantungnya nelayan, petani, hingga anak-anak yang bermain dan mandi setiap hari.
Aktivitas PETI ini tidak hanya melanggar norma lingkungan, tetapi juga hukum negara. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang No. 3 Tahun 2020, setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin resmi dapat dipidana hingga 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar. Selain itu, pencemaran lingkungan akibat aktivitas ini dapat dijerat Pasal 104 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 dengan ancaman 10 tahun penjara.
Mirisnya, hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari aparat penegak hukum. Aparat dinilai lamban merespons meski kerusakan lingkungan semakin meluas. Keberadaan para penambang ilegal pun bukan rahasia lagi bagi masyarakat sekitar. Mereka beroperasi secara terbuka dan seakan merasa kebal terhadap hukum.
Pemerintah daerah, khususnya di tingkat kecamatan dan kabupaten, perlu segera mengambil langkah strategis dan tegas. Penertiban harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan, tidak hanya melalui operasi sesaat. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang bahaya PETI dan pentingnya menjaga sungai juga harus diperkuat.
Sungai Kapuas di wilayah Tanjung Paoh, Dusun Semadin bukan hanya milik hari ini, tetapi juga warisan untuk masa depan. Jika eksploitasi dibiarkan terus berlangsung, maka yang tersisa kelak hanyalah cerita tentang sungai yang dahulu memberi kehidupan, kini hanya meninggalkan luka.[Andi S]
Editor:[AZ]
Sumber:[Tim Investigasi WGR]
KALI DIBACA
No comments:
Post a Comment